KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Membangun “The Hybrid Workplace”

Kompas.com - 03/07/2021, 08:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETIAP perusahaan merancang tempat kerja sedemikian rupa dengan tujuan mengoptimalkan produktivitas karyawan. Sejumlah perusahaan merasa kantor dengan kubikal yang menjaga privasi setiap karyawan merupakan pilihan terbaik.

Ada juga perusahaan yang memilih konsep open office, yaitu semua karyawan berada dalam sebuah ruangan terbuka sehingga setiap orang yang perlu berkomunikasi dapat lebih cepat menjangkau rekannya. Pengawasan pun menjadi lebih mudah.

Namun, tiba-tiba pandemi Covid-19 datang. Hanya dalam semalam dunia kerja berubah. Gedung perkantoran ditutup dan organisasi diminta menerapkan sistem bekerja dari rumah.

Meskipun saat ini instansi pemerintah dan banyak organisasi sudah mulai memperbolehkan karyawannya kembali ke kantor, aktivitas perkantoran belum seluruhnya pulih.

Masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan vaksin. Virus corona yang bermutasi juga semakin mengkhawatirkan karena yang sudah mendapatkan vaksinasi pun belum terjamin aman.

Ditambah lagi angka penderita Covid-19 yang belakangan ini semakin meningkat. Hal ini membuat banyak karyawan berharap bisa tetap bekerja dari rumah, meskipun mereka merindukan kebersamaan di tempat kerja.

Riset yang dilakukan oleh perusahaan Owl Labs menunjukkan, tingkat kebahagiaan karyawan yang bekerja remote ternyata lebih tinggi 22 persen dibandingkan mereka yang harus bekerja dari kantor secara penuh. Bahkan, sebanyak 47 persen karyawan berpikir untuk meninggalkan perusahaannya bila tidak diberikan pilihan bekerja di rumah.

The future is hybrid

Pada Mei 2020, Twitter mengumumkan karyawannya memiliki kebebasan untuk work from home tanpa batas waktu. Sebulan kemudian, Mark Zuckerberg menyatakan, Facebook memberikan kesempatan bekerja 50:50 antara rumah dan kantor dalam 10 tahun mendatang.

Begitu juga dengan Google. Perusahaan teknologi multinasional ini memberi kesempatan karyawannya untuk bekerja secara remote sampai September 2021.

Sebuah riset yang dilakukan Microsoft menunjukkan, 66 persen dari perusahaan-perusahaan yang menjadi respondennya berencana untuk merancang lingkungan kerja hybrid. Work is no longer a place. It’s all about what you do—not necessarily where you do it from.

Kondisi pandemi Covid-19 membuat perusahaan mau tidak mau menerima kenyataan bahwa bekerja dapat dilakukan di mana saja. Bahkan, ada studi yang membuktikan bahwa bekerja dari rumah lebih produktif karena para pekerja dapat berfokus kepada hal yang benar-benar dianggap penting.

Selain itu, dengan penetapan bekerja secara hybrid, karyawan berkesempatan untuk merasakan dua pengalaman, baik di dalam kantor maupun di luar kantor. Karyawan yang bekerja di sebuah area coworking, misalnya, dapat bertemu dengan orang dari perusahaan lain sehingga membuka wawasan mereka tentang dunia luar.

Sudah waktunya kita memisahkan pembahasan antara di mana karyawan melakukan pekerjaannya dan bagaimana mereka melakukannya. Kini, aspek "di mana" sudah tidak lagi memengaruhi aset perusahaan. Sementara, aspek “bagaimana" menjadi lebih penting dan dapat menjadi aset perusahaan.

The hybrid model office

Tidak bisa dimungkiri, masih ada lembaga atau perusahaan yang merasa tatap muka itu penting. Namun, ancaman virus yang masih di depan mata dan klaster perkantoran yang meningkat memaksa kita untuk mempertimbangkan bekerja secara remote. Sudah waktunya kita memperhitungkan untuk membuat kantor dengan model hybrid.

Model kantor hybrid tentunya membawa konsekuensi tersendiri. Pendekatan management by wandering around (MBWA) yang membutuhkan tatap muka memang sulit dipraktikkan. Sebagai gantinya, pendekatan management by results akan lebih cocok karena kita bisa memantau kinerja melalui hasil kerja anak buah.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Ketika melaksanakan hybrid office, nilai trust yang sudah menjadi nilai penting di organisasi perlu dikembangkan menjadi supertrust. Perusahaan perlu tetap menggariskan kualitas dan mengembangkan semangat moral yang positif, terlepas dari di mana karyawannya bekerja.

Untuk itu, dalam merancang hybrid office, kita perlu menetapkan beberapa prinsip. Pertama, masalah availability karyawan. Seorang atasan perlu memiliki harapan yang jelas mengenai keberadaan mereka.

Ada atasan yang menuntut setiap karyawan harus available saat jam kerja. Ada yang dengan tegas mengatakan, saat jam kerja setiap karyawan harus merespons semua pesan dalam jangka waktu maksimum 15 menit.

Ada juga yang mensyaratkan agar setiap karyawan harus "setor muka" minimal 1–2 kali dalam seminggu. Kejelasan seperti ini akan membantu menciptakan rasa aman bagi karyawan maupun manajemen.

Kedua, kita perlu menciptakan bentuk kolaborasi, pengembangan, dan rekognisi yang jelas. Kita perlu mencari cara agar setiap karyawan tetap kompak bekerja dengan timnya, tetap terkendali, dan bisa berkolaborasi dengan atasannya. Karyawan perlu tahu bahwa kerja keras mereka tetap terdeteksi dan mendapatkan reward.

Kehadiran atasan di tengah karyawan juga sangat penting. Menyapa setiap individu ketika presensi pagi setiap hari, meraba perasaan, semangat, dan motivasi mereka merupakan cara atasan untuk tetap terhubung sekalipun tidak bertemu fisik. Hal ini justru lebih mungkin dilakukan pada hybrid office ketimbang tempat kerja tatap muka.

Hubungan kerja seperti itu perlu dijaga dalam satu playing field. Semua perlu berada di layar secara utuh, bukan separuh-separuh, atau sebagian berada di ruang rapat dan sebagian di layar masing-masing.

Hal yang juga tidak boleh dilupakan adalah konsistensi dalam memelihara in person connection.

Apa pun alasannya, setiap orang yang bekerja remote pasti sesekali merasa kesepian dan merindukan kegiatan kantor. Motivasi akan tetap terjaga bila atasan melakukan pendekatan personal. Dalam sistem hybrid office, kegiatan ini bahkan lebih mungkin dan bisa sering dilakukan secara konsisten.

Selain itu, learning, bonding, dan team building juga perlu diciptakan secara kreatif sehingga playing ground yang dibangun bisa disentuh oleh setiap orang. Kita bisa membuat happy hours virtual yang benar-benar ditujukan untuk sosialisasi dan tidak berkaitan dengan urusan kerja sama sekali.

Tempat kerja hybrid tidak terbangun dengan sendirinya. Kita perlu benar-benar menyusun strategi kegiatannya dan mendukung bila terjadi kesulitan dalam pelaksanaannya. Tidak mudah membuat semua orang dalam satu pemahaman.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com