Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YKLI: Kalau Mahal, Masyarakat Enggan Pakai EBT

Kompas.com - 21/10/2021, 19:50 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, energi baru terbarukan (EBT) pengganti PLTU batu bara harus lebih murah.

Sebab berdasarkan survei yang dilakukan YLKI, 79,31 persen masyarakat enggan beralih ke listrik dengan energi terbarukan jika harganya mahal.

Hanya sekitar 20-21 persen yang mau beralih ke energi terbarukan meski harganya lebih mahal dibanding PLTU batu bara.

Baca juga: PLTS Akan Jadi Tulang Punggung Pengembangan EBT

"Kesediaan itu akan menurun ketika harganya mahal. yang mau pindah hanya 20 persen, yang tidak mau berpindah itu 80 persen. Jadi faktor harga menjadi penting ketika masyarakat dihadapkan pada pilihan energi EBT dengan fosil," kata Tulus dalam Kompas Talks, Kamis (21/10/2021).

Jika tidak dihadapkan pada harga, ada sekitar 72,41 persen masyarakat yang ingin beralih. Mereka beranggapan, energi fosil berdampak sangat buruk terhadap lingkungan secara jangka menengah hingga panjang.

Hanya sekitar 20,69 persen yang enggan pindah. Di sisi lain, listrik masih menjadi 5 pengaduan terbesar yang diterima YLKI.

"Permasalahannya adalah dominan adalah masalah sengketa dengan PLN, tapi sejak pandemi di awal 2020 ada tagihan melonjak melambung karena pemakaian cukup tinggi dan mereka tidak sadar harganya melambung," ucap dia.

Baca juga: Tren Energi Hijau, PLN Bikin Sertifikat EBT untuk Perusahaan

Untuk itu, kata Tulus, pemerintah perlu mempertimbangkan masalah harga sebelum mengganti EBT secara penuh.

Menurut UU Energi, produk listrik yang disalurkan kepada masyarakat harus meliputi aspek kualitas, aspek afordabilitas, dan aspek aksesibilitas.

Aspek afordabilitas sendiri mengacu pada harga yang terjangkau oleh semua kelompok masyarakat, khususnya masyarakat rentan. Hal ini diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU tentang Energi.

"Aspek aksesibilitas, aspek afordabilitas, dan aspek kualitas. Ketiganya harus hadir dan juga aspek pemerataan. Mendapatkan produk energi adalah hak asasi masyarakat yang wajib disediakan oleh negara," pungkas Tulus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com