Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangan Indonesia di Masa Transisi Energi

Kompas.com - 21/10/2021, 18:50 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan, transisi energi (energy transition mechanism/ETM) menuju energi baru terbarukan (EBT) bukan pilihan.

Dia menuturkan, adopsi EBT di Indonesia harus menjadi masa depan untuk mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara secara bertahap hingga tahun 2060.

"Energi terbarukan bukan pilihan, ini arah ke depan. Kita menuju ke sana. Kita ingin menciptakan satu sisi kebutuhan energi kita akan terus berlanjut dan membesar. Di sisi lain keberadaan fosil memiliki efek CO2," kata Suahasil dalam webinar Kompas Talk di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

Baca juga: Harga Bitcoin Sentuh Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Ini Pendongkraknya

Namun, perubahan energi fosil menjadi energi baru terbarukan menemui tantangan. Suahasil menganalogikan, perubahan ini tidak dimulai dari titik nol. Penggantian energi yang lebih hijau terjadi saat Indonesia sudah banyak membangun seperangkat energi fosil di masa lalu.

Seperangkat energi fosil itu berkaitan erat dengan kebijakan investasi yang dilakukan PLN dengan investor asing maupun kebijakan ketenagalistrikan baik berupa insentif maupun subsidi yang digulirkan pemerintah.

"Kita membangun (PLTU) batu bara, kita banyak memiliki pembangkit listrik yang berbahan bakar solar. Ini kita miliki, artinya kita tidak mulai dari titik nol, kita mulai dari situasi yang sudah kita jalankan di masa lalu," ucap dia.

Dari sisi investasi, tantangan membangun energi baru terbarukan adalah kontrak kerja sama dengan investor. Asal tahu saja, kontrak pembangkit listrik biasanya memiliki jangka panjang.

Baca juga: UNVR Cetak Laba Bersih Rp 4,4 Triliun di Kuartal III Tahun 2021

Untuk mengganti jadi EBT dalam jangka waktu lebih cepat dari kontrak asal (early retirement) pihaknya harus menyiapkan kompensasi kepada investor. Jika mengganti begitu saja tanpa kompensasi, iklim investasi Indonesia akan terpengaruh.

Di sisi lain, pemerintah pun membutuhkan dana lebih untuk membangun EBT.

"Sehingga kita membutuh uang untuk kompensasi atas pembangkit eksisting dan membutuhkan dana untuk membangun pembangkit baru yang berbasis EBT. Dua prinsip ini adalah prinsip dasar apa yang kita kembangkan dengan apa yang disebut energi transition mechanism," kata Suahasil.

Tak hanya itu, tantangan makin bertambah karena pandemi Covid-19. Akibat mobilitas masyarakat terbatas, pasokan listrik mengalami over supply.

"Ini gambar besar yang sedang terjadi, maka Indonesia akan sangat mendesain sambil Indonesia juga komitmen mengurangi emisi, sambil memperhatikan internasional membantu kita seperti apa (lewat bantuan dana murah)," pungkas Suahasil.

Baca juga: Cara bayar BPJS Kesehatan Lewat GoTagihan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com