Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Dilema, Mau Naikkan Harga Karbon, tetapi Takut Krisis Energi

Kompas.com - 18/11/2021, 15:40 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dilema saat memutuskan untuk menurunkan emisi karbon secara besar-besaran.

Perasaan ini bukan hanya ada di benak Sri Mulyani, tetapi juga di benak menteri keuangan dunia.

Bendahara negara ini mengatakan, salah satu cara menurunkan emisi karbon adalah menaikkan harga karbon.

Baca juga: Sri Mulyani Waspada, Ada Fenomena Tenaga Kerja Mulai Betah di Rumah

Di Kanada misalnya, harga karbon mencapai 40 dollar AS per kilo dan bakal naik pada rentang 125-140 dollar AS per kilo.

Namun jika terlalu mahal, industri bisa saja memperkecil produksi energi fosil saat fasilitas energi terbarukan belum siap. Hal ini justru dapat menyebabkan krisis energi.

"Menurut komitmen COP26 kalau ingin kenaikan suhu dunia tidak melebihi 1,5 persen, maka harga karbon harus makin mahal. Tapi masalahnya, kan, affordability. Kalau ditaruh harga mahal, ya collaps saja ekonominya. Kan enggak benar," kata Sri Mulyani dalam Kompas100 CEO Forum, Kamis (18/11/2021).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, terlalu tingginya harga karbon juga memicu pembengkakan energi fosil.

Fenomena ini kata Sri Mulyani, telah terjadi di Jerman. Masyarakat menggunakan batu bara (coal) untuk mengganti penggunaan gas yang harganya naik tinggi.

Baca juga: Menteri ESDM Paparkan Skema Pajak Karbon, Bagaimana Perhitungannya?

Transisi itu sebagai buntut lembaga keuangan yang tidak lagi memberikan dukungan untuk investasi di energi fosil.

"Kalau dunia terlalu ekstrim tanpa kalkulasi, yang terjadi adalah maka fossil fuel dan coal harganya naik tinggi, CO2 makin banyak karena orang can not afford. Ini menjadi backfire," jelas Sri Mulyani.

Untuk itu, pihaknya bersama menteri keuangan dunia terus merumuskan besaran harga karbon dan pajaknya agar penurunan emisi berjalan lancar.

"Kalau semua mempolusikan, poluter pay principle mereka akan bayar tapi dia tanyakan pada level berapa polusi itu. Ini jadi persoalan juga di dunia sedang dibahas. Very rumit tapi harus dimulai," pungkas Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com