Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penyebab Ratifikasi RCEP Indonesia Belum Juga Rampung

Kompas.com - 31/12/2021, 16:12 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komperhensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) mulai berlaku 1 Januari 2022. Namun, Indonesia belum juga merampungkan proses ratifikasi perjanjian dagang internasional itu.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, lambatnya ratifikasi RCEP karena prosesnya memang masih tertahan di DPR. Alhasil, Indonesia belum bisa menerapkan isu perjanjian RCEP per 1 Januari 2022.

"Ratifikasi ini sedang berproses di parlemen dan di Komisi VI itu sudah selesai. Biasanya kalau pembahasan di tingkat komisi atau di tingkat satu selesai maka tentu tinggal disahkan di rapat paripurna," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (31/12/2021).

Baca juga: Apa Pengertian Koperasi dan Ciri-Ciri Koperasi

Airlangga menyebut, seiring sudah selesainya pembahasan di tingkat Komisi VI DPR RI, maka pemerintah menargetkan ratifikasi RCEP akan rampung di kuartal I-2022.

"Diharapkan di kuartal I-2022 sudah bisa dibawa ke rapat paripurna DPR, sehingga RCEP sudah bisa diratifikasi," imbuhnya.

Indonesia merupakan salah satu negara ASEAN yang belum meratifikasi RCEP, selain Malaysia dan Filipina.

Adapun 7 negara ASEAN yang telah meratifikasi RCEP yakni Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Begitu pula dengan 5 negara mitra yang tergabung di RCEP sudah meratifikasi, terdiri dari China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

Baca juga: Tutup Tahun 2021, Mentan Lepas Ekspor Pertanian Senilai Rp 14,4 Trilun ke 124 Negara

Menurut Airlangga, bila RCEP diterapkan, maka perdagangan Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang semakin luas. Ia menilai, hal itu akan sangat menguntungkan Indonesia, terlebih saat ini sedang terjadi lonjakan permintaan perdagangan luar negeri.

"Tentuya ini akan melancarkan permintaan yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia, terutama dengan RCEP ini hambatan itu bisa dikurangi di masing-masing negara,” ungkapnya.

Sebagai informasi, perjanjian dagang RCEP telah ditandatangani oleh 15 negara pada 15 November 2020. Persetujuan RCEP sendiri diinisiasi oleh Indonesia sejak 2011.

RCEP menjadi perjanjian dagang terbesar di dunia yang mencakup 27 persen perdagangan dunia, 29 persen PDB dunia, 30 persen dunia, dan 29 persen dunia.

Ada beragam manfaat yang bisa di dapat Indonesia dari perjanjian tersebut. Diantaranya, para pelaku usaha nasional hanya perlu menggunakan satu macam surat keterangan asal (SKA) untuk bisa mengekspor produknya ke seluruh negara anggota RCEP.

Baca juga: Ini 10 Provinsi Paling Bahagia di Indonesia Tahun 2021

Kemudian, untuk produk yang sama, sepanjang memenuhi kriteria yang diatur dalam RCEP, pengusaha Indonesia cukup mengantongi SKA RCEP untuk mengekspor satu produk ke semua negara RCEP.

Dengan begitu, ketika mengekspor produk ke negara-negara RCEP, eksportir tidak perlu lagi menggunakan SKA yang berbeda-beda sesuai barang dan negara tujuannya. Jika peluang ini dimanfaatkan dengan optimal, kinerja ekspor Indonesia ke pasar global akan terkerek.

Adapun manfaat lainnya yakni spill-over effect. Dengan memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas yang dimiliki anggota RCEP dengan anggota non-RCEP, produk Indonesia juga dapat mengambil kesempatan untuk memanfaatkan skema preferensi ke negara-negara non-RCEP.

Baca juga: Daftar Lelang Mobil Murah di Awal 2022, Ada Honda City hingga CRV

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com