Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naik Lagi, Utang Pemerintah Jokowi Kini Tembus Rp 6.713 Triliun

Kompas.com - 05/01/2022, 20:26 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membengkak. Dikutip dari laman APBN KiTa Kementerian Keuangan terbaru atau per akhir November 2021, utang pemerintah sudah menembus Rp 6.713,24 triliun.

Utang tersebut bertambah cukup signifikan apabila dibandingkan posisi utang pemerintah pada penghujung Oktober 2021 yakni Rp 6.687,28 triliun. 

Artinya, dalam sebulan, utang negara sudah bertambah sebesar Rp 25,96 triliun. 

Dengan bertambahnya utang pemerintah, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami kenaikan. Pada November 2021, rasio utang terhadap PDB adalah 39,84 persen, sementara sebulan sebelumnya yakni 39,69 persen. 

Baca juga: Wajah Baru Komisaris KAI: Kiai NU, Jenderal TNI, hingga Timses Jokowi

Utang pemerintah Indonesia paling besar dikontribusi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik yakni sebesar Rp 5.889,73 triliun yang terbagi dalam Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Selain SBN domestik, pemerintah juga berutang melalui penerbitan SBN valas yakni sebesar Rp 1.274 triliun per November 2021. 

Utang pemerintah lainnya bersumber dari pinjaman yakni sebesar Rp 823,81 triliun meliputi pinjaman dalam negeri sebesar Rp 12,48 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 811,03 triliun.

Apabila dirinci lagi, pinjaman luar negeri itu terdiri dari pinjaman bilateral Rp 302,59 triliun, pinjaman multilateral Rp 463,18 triliun, dan commercial banks Rp 41,26 triliun. 

Baca juga: Erick Thohir Angkat Eks Timses Jokowi dan Caleg PSI Jadi Komisaris KAI

Pembayaran bunga

Dilansir dari Kontan, pembayaran bunga utang pemerintah mencapai Rp 343,5 triliun di tahun lalu. Pembayaran bunga utang tersebut lebih rendah dari pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 sebesar Rp 373,3 triliun.

Meski pembayaran bunga utang ini sebenarnya lebih rendah Rp 29,8 triliun dari pagu APBN 2021, namun jika dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang pemerintah di tahun 2020 yang sebesar Rp 314,1 triliun, ada kenaikan Rp 29,4 triliun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, secara nominal, diperkirakan pembayaran bunga utang di tahun 2022 masih akan mengalami peningkatan. Hal ini berkaitan dengan nilai utang yang masih meningkat, terutama dari tahun 2020 lalu.

"Namun, perlu diperhatikan bahwa sejalan dengan penurunan kebutuhan pembiayaan tiap tahunnya, maka laju dari pertumbuhan pembayaran bunga akan semakin terbatas tiap tahunnya," kata Josua kepada Kontan.co.id.

Baca juga: KSAD Dudung Jabat Komisaris BUMN Pindad

Menurutnya dengan adanya Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Josua memperkirakan pendapatan pemerintah akan ikut meningkat, dan peningkatan tersebut juga akan menolong kebutuhan pembiayaan di tahun 2022.

Menurutnya, peningkatan pendapatan dari UU HPP dapat berasal dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta program pengungkapan sukarela, yang diharapkan dapat mendorong perluasan subjek pajak.

Lebih lanjut, menurutnya penurunan kebutuhan pembiayaan juga akan mendorong penurunan penerbitan surat utang, sehingga beban bunga akibat Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan juga cenderung menurun.

Tidak hanya itu, Josua bilang, dengan kebijakan kerjasama pemerintah dan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) III, juga beban utang pemerintah di tahun 2022 juga diperkirakan berkurang.

Baca juga: Kala Stafsus Menteri BUMN Sebut Ahok Jangan Jadi Komisaris Rasa Direktur

"Namun, perlu diperhatikan bahwa beban utang dari SBN dari tahun sebelumnya masih akan berjalan sehingga kecil kemungkinannya bahwa beban utang pemerintah cenderung berkurang secara nominal di tahun 2022," imbuh Josua.

Senada, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, sejalan dengan upaya konsolidasi fiskal, implementasi UU HPP dan akselerasi pemulihan ekonomi domestik membuat defisit fiskal ke depannya akan terus ditekan ke bawah 3 persen dari PDB.

"Sehingga pembiayaan utang dan bunganya ke depan akan cenderung turun. Skema burden sharing dengan BI juga akan berlanjut di tahun ini sehingga membantu pembiayaan, " tutur Yusuf.

Menurutnya tidak bisa dipungkiri akan ada risiko akan berasal dari yield SBN yang cenderung meningkat di tengah naiknya suku bunga acuan global.

Oleh karena itu efisiensi pembiayaan bunga utang dapat dilakukan melalui pendalaman pasar uang, percepatan pertumbuhan ekonomi melalui structural reform, dan infrastruktur.

Baca juga: Deretan Pensiunan Jenderal Polisi yang Jadi Komisaris BUMN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com