Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pedagang Aset Kripto Resah Kehilangan Investor

Kompas.com - 08/01/2022, 13:15 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dikabarkan akan menetapkan aset digital non-fungible token (NFT) sebagai salah satu sumber wajib pajak baru dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) yang juga COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda mengungkapkan adanya keresahan para pedagang aset kripto.

 

Ia menilai, pemberian pajak pada industri aset kripto maupun NFT memiliki tujuan yang sangat baik. Karena dapat mendorong industri lebih berkembang. Hal itu juga melegitimasi bahwa industri aset kripto dan ekosistemnya bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara, melalui pendapatan pajak tersebut.

"Sebaiknya pengenaan pajak ini, jangan dibuat terlalu menyulitkan para trader dan investor melihat industri ini masih terbilang sangat baru. Jangan sampai para investor kripto atau pemilik NFT cenderung untuk melakukan trading di luar negeri yang malah mengakibatkan opportunity lost bagi Indonesia," kata dia melalui keterangan tertulis, Sabtu (8/1/2022).

Baca juga: Sandiaga Uno Siapkan Homestay Desa Wisata Lombok Jelang MotoGP Mandalika

Lebih lanjut kata dia, pengenaan pajak aset kripto bisa dilakukan dengan konsep seperti Pajak Penghasilan (PPh) Final seperti yang berlaku pada Bursa Efek. Aspakrindo sendiri telah mengajukan proposal ke Bappebti terkait PPh final sebesar 0,05 persen yaitu setengah dari PPh Final di pasar kapital.

Angka ini lebih kecil dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek dikenakan PPh Final dengan tarif yaitu sebesar 0,1 persen.

Berkaca dari data secara global dari DappRadar pada kuartal III-2021, penjualan NFT mencapai 10,7 miliar dollar AS atau berkisar Rp 152 triliun di seluruh dunia. Angka ini naik tajam dari hanya 1,3 miliar dollar AS atau Rp 18,5 triliun pada kuartal II dan kuartal I tahun yang sama, sebesar 1,2 miliar atau Rp 17 triliun.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, NFT wajib dilaporkan dalam SPT tahun berjalan sesuai nilai pasarnya.

Baca juga: Berkat Samsung, Mata Uang Kripto Ini Harganya Naik

"Aset NFT maupun aset digital lainnya wajib dilaporkan di SPT Tahunan dengan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut," kata Neil kepada Kompas.com, Jumat (7/1/2022).

Neil menambahkan, transaksi NFT maupun bitcoin memang saat ini belum dikenakan pajak secara khusus. Pengenaan pajak yang lebih spesifik masih dalam pembahasan pemerintah. Kendati demikian untuk saat ini, transaksi digital bisa mengacu pada undang-undang yang berlaku atau UU Pajak Penghasilan (PPh).

Dalam UU tersebut dijelaskan, setiap aset atau harta yang menambah kemampuan ekonomis mesti dikenakan pajak. Pengenaan pajak ini nantinya seiring wacana Bappebti ingin membentuk bursa yang menaungi para pedagang bitcoin dan sejenisnya.

Baca juga: Molor dari Target, Bursa Kripto Ditargetkan Baru Meluncur di Kuartal I 2022

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com