JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono mengungkapkan bahwa kinerja tinggi penanggulangan kemiskinan periode Maret-September 2021, dengan capaian penurunan angka kemiskinan hingga 9,71 persen, tidak berjalan beriringan dengan penciptaan lapangan kerja, bahkan berlawanan arah.
Yusuf bilang, ketidakseimbangan pasar tenaga kerja yaitu menganggur, setengah menganggur serta upah rendah menjadi kontributor terbesar kemiskinan dikarenakan rendahnya tingkat mobilitas, daya tawar, dan kapasitas mencari pekerjaan alternatif bagi si miskin.
Baca juga: Yogyakarta Disebut Sulit Turunkan Tingkat Kemiskinan, Ini Sebabnya
"Pada waktu yang relatif bersamaan dengan berkurangnya 1,04 juta penduduk miskin, jumlah pengangguran justru bertambah 356.000 orang, dari 8,75 juta orang pada Februari 2021 menjadi 9,1 juta orang pada Agustus 2021," katanya melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/1/2022).
"Kinerja luar biasa pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan ini menimbulkan sejumlah tanya karena pada periode Maret-September 2021 Indonesia dihantam gelombang kedua pandemi dengan sangat keras, yang berpuncak di bulan Juli 2021," lanjut dia.
Baca juga: BPS: Ada 27,54 Juta Penduduk Miskin di Indonesia Hingga Maret 2021
Pada periode tersebut, di sebagian besar wilayah terutama Jawa dan Bali, diterapkan pembatasan aktivitas masyarakat di tingkat maksimum PPKM Level 4, sejak Juni 2021.
"Pembatasan ini baru mulai dilonggarkan di bulan September 2021. Namun secara luar biasa, angka kemiskinan turun drastis, dari 10,14 persen (27,54 juta jiwa) pada Maret 2021, menjadi 9,71 persen (26,50 juta jiwa). Dengan kata lain, pemerintah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin hingga 1,04 juta jiwa di tengah pandemi yang sedang mengganas," sebutnya.
Baca juga: Jumlah Penduduk Miskin RI Capai 26,50 Juta Orang, Lebih Tinggi Dibanding Pra-pandemi