PEMBANGUNAN infrastruktur yang menjadi agenda utama pemerintahan Presiden Joko Widodo mulai membawa hasil.
Interkoneksi antar-kota dan antar-pulau terus meningkat seiring pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara.
Ada baiknya kini kita mendiskusikan bagaimana menempatkan agenda pembangunan ekosistem logistik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari usaha pemerataan ekonomi nasional.
Kita tentu menerima fakta sekaligus anugerah Tuhan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang luas.
Walaupun situasi semakin membaik, kita perlu mencatat sejumlah masalah pemerataan infrastruktur dan akses yang sangat vital dalam membangun ekosistem logistik nasional.
Jika kita kelompokkan, logistik nasional memiliki empat masalah utama, yakni jumlah, kapasitas, kondisi atau kualitas, serta penyebarannya.
Laporan terakhir Bank Dunia yang terangkum dalam Logistics Performance Index (LPI) 2019 menempatkan Indonesia pada peringkat 46 dunia dengan skor 3,15 (dalam skala 1-5).
Tak perlu membandingkan dengan Singapura yang telah lama dikenal sebagai salah satu negara logistik terbaik, tapi kita perlu setidaknya melakukan benchmark dengan Thailand (peringkat 32, skor 3,41), Vietnam (peringkat 39, skor 3,27) dan Malaysia (peringkat 41, skor 3,22).
Aspek-aspek yang diukur dalam LPI adalah input dalam rantai pasok (supply chain), yakni kepabeanan, infrastruktur, dan pelayanan; dan kinerja supply chain yang meliputi waktu, biaya, dan keandalan (reliability).
Jika kita zoom ke area infrastruktur, makin tampak ketertinggalan skor Indonesia (2,89) dibanding Thailand (3,14), Vietnam (3,01) dan Malaysia (3,15).
Tentu kita menunggu laporan yang lebih mutakhir dari Bank Dunia dan lembaga internasional kredibel lainnya untuk mengukur bagaimana program infrastruktur Presiden Jokowi dapat mengangkat kinerja logistik Indonesia serta mempelajari bagaimana dampak pandemi COVID-19 terhadap kondisi logistik dunia.
Dampak dari belum idealnya ekosistem logistik kita adalah mahalnya biaya logistik.
Padahal kita tahu, biaya logistik yang ekonomis tidak hanya soal memberi keuntungan bagi pelaku usaha, namun menjamin keadilan dan pemerataan akses terhadap bahan pokok yang penting bagi hajat hidup rakyat.
Data menunjukkan, biaya logistik Indonesia tertinggi di Asia Tenggara, yakni 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019.
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia memprediksi pada 2020 biaya logistik turun menjadi 21,3 persen dari PDB. (Kontan.com, 31 Oktober 2021).