Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Pelabelan BPA Kemasan Galon Air Minum untuk Edukasi Masyarakat

Kompas.com - 22/06/2022, 10:35 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Potensi bahaya bahan kimia Bisfenol A (BPA) kepada kesehatan dan keselamatan masyarakat merupakan sesuatu yang nyata.

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, kalangan industri tidak perlu berlebihan merespons regulasi pelabelan BPA yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat.

"BPA fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang, red), tetapi sayangnya bisa berpindah ke makanan atau minuman. Banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA sudah ditemukan di cairan kemih dan pada binatang. Ini berbahaya," kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Kompas.com, Rabu (22/6/2022).

Baca juga: Akademisi Desak Pemerintah Segera Terapkan Kebijakan Pelabelan BPA

Ia menambahkan, kekhawatiran terkait bahaya BPA sifatnya global. Hal tersebut bisa diukur dari regulasi ketat di banyak negara. Bayak regulasi menyebut, kemasan pangan tidak diperbolehkan lagi menggunakan wadah yang mengandung BPA.

"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan Free BPA (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat," terang dia.

Ia berujar, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kini tengah merampungkan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik yang pembuatannya menggunakan BPA.

Mendominasi pasar, Pandu bilang, produsen galon jenis tersebut nantinya diwajibkan untuk mencantumkan label peringatan "Berpontensi Mengandung BPA" terhitung tiga tahun sejak aturan disahkan.

"Tujuan pelabelan BPA semata melindungi masyarakat. Jadi industri tak perlu berlebihan dalam bersikap," katanya.

Baca juga: Soal Aturan Label BPA, Ini Kata Le Minerale

Lagi pula, menurut Pandu, produsen-produsen dunia, semisal Danone di Perancis, sudah mengganti wadah produknya ke jenis plastik yang bebas BPA.

"Yang jadi pertanyaan, kenapa unit Danone di negara berkembang tidak mengadopsi hal serupa? Seharusnya sama-sama fair dong. Lagi pula ini kan hanya pelabelan. Masak label saja keberatan," kata dia.

Lebih lanjut, ia menerangkan, penelitian dan riset mutakhir menujukkan BPA bisa menimbulkan gangguan hormon kesuburan pria maupun wanita, diabetes dan obesitas, gangguan jantung, penyakit ginjal, kanker hingga gangguan perkembangan anak.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Sofyan S. Panjaitan berpendapat, semua pihak perlu mendukung dan mendorong lahirnya regulasi pelabelan BPA.

"Memang sudah hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan, khususnya via Label & Iklan Pangan," ucap dia.

Baca juga: BPOM Ungkap Alasan Pelabelan BPA pada Galon Isi Ulang

Terkait masih adanya penentangan dari kalangan industri atas regulasi pelabelan BPA, Sofyan menilai hal itu karena industri belum punya "usulan yang pas" atas redaksi pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang menyatakan, rancangan regulasi pelabelan BPA untuk tahap awal hanya menyasar produk galon guna ulang.

Menurut dia, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengkonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industi air kemasan per tahunnya, sebanyak 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang dan 96,4 persen berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat.

"Artinya 96,4 persen itu mengandung BPA. Hanya 3,6 persen yang PET (Polietilena tereftalat). Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang," tandas dia.

Baca juga: Kepala BPOM: Pelabelan BPA di Galon Isi Ulang adalah Hak Masyarakat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com