Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Sebut G20 Komitmen Atasi Persoalan Utang Negara-Negara Miskin

Kompas.com - 17/07/2022, 10:38 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

NUSA DUA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 telah disepakati komitmen bersama untuk penanganan utang di negara-negara berpenghasilan rendah atau miskin.

"Kami membahasa terkait kerangka kerja untuk mengatasi masalah utang di negara berpenghasilan rendah. Dalam kerangka ini bagaiman kreditur dan debitur dapat bertemu dan bernegosiasi mengenai masalah utang untuk melakukan restrukturisasi," ujarnya dalam konferensi pers di Bali, Sabtu (16/7/2022).

Ia mengatakan, G20 masih terus melakukan pembahasan terkait kerangka kerja tersebut untuk bisa efektif membantu penanganan utang negara miskin. Selain itu, mendorong agar negara miskin bisa mendapatkan kepastian penyelesaian utang.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina, Sri Mulyani: Dunia Butuh Koneksi, Bukan Perang

Sri Mulyani bilang, G20 berupaya agar persoalan utang tidak semakin merambat ke banyak negara yang bisa memperparah gejolak ekonomi global.

"Kami tidak ingin situasi menjadi lebih buruk atau membuat rambatan ke negara lain sehingga bisa menimbulkan spill over. Jadi ini yang sedang kami bahas di G20," kata dia.

Ia bilang, negara-negara yang memiliki permasalahan utang, tentu akan mendapatkan bantuan pinjaman dari berbagai organisasi internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) atau Bank Dunia.

Namun, bantuan itu saja tidak cukup. Sri Mulyani mengatakan, perlu adanya mekanisme yang tepat untuk mengatasi masalah utang di sejumlah negara dan hal itu memerlukan peran semua pihak, tidak hanya lembaga internasional.

"Ini harus berkembang lebih jauh. G20 memberikan urgensi agar semua pihak untuk menghasilkan mekanisme mengatasi masalah utang ini yang sekarang dihadapi banyak negara," jelasnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengungkapkan, bahwa saat ini 60 persen dari negara-negara berpenghasilan rendah terancam kesulitan membayar utang. Di sisi lain, belasan negara berkembang juga memiliki kemungkinan tak bisa membayar utang di tahun depan.

Kondisi tersebut terjadi imbas dari pandemi Covid-19 yang semakin diperparah dengan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina. Perang kedua negara itu telah menyebabkan krisis energi dan pangan sehingga mengerek inflasi di sebagian besar negara.

Kondisi itu pun telah berimplikasi pada menyempitnya kemampuan fiskal berbagai negara, setelah sebelumnya sudah tertekan akibat pandemi Covid-19. Alhasil, mendorong kenaikan utang yang terjadi di banyak negara, tak terkecuali negara maju.

"Perang ini memberikan tekanan tiga kali lipat. Lonjakan harga komoditas dan peningkatan inflasi global, dan itu juga dapat berimbas pada limpahan utang yang nyata. Tidak hanya untuk negara-negara berpenghasilan rendah, tetapi juga di negara-negara berpenghasilan menengah atau bahkan negara maju," ungkap dia dalam pembukaan 3rd Finance Ministers and Central Bank Governor Meeting (FMCBG) G20 Indonesia di Bali, Jumat (15/7/2022).

Baca juga: Sri Mulyani: 60 Persen Negara Miskin Terancam Bangkrut akibat Lonjakan Utang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com