JAKARTA, KOMPAS.com - Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengakui, maraknya peredaran kedelai impor grade 2, 3, dan 4 cukup meresahkan bagi para pengrajin tempe tahu di Tanah Air.
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin mengatakan, kedelai grade 2, 3, dan 4 lebih cocok ditujukan untuk pakan ternak. Dari segi tampilan, kedelai di kategori tersebut tampak lebih kotor, kulitnya mengelupas, dan masih memiliki sisa ranting atau daun di permukaannya. Hal ini berbeda dengan kedelai grade 1 atau premium yang tampak jauh lebih bersih dan cocok sebagai bahan baku pembuatan tempe tahu.
Isu maraknya peredaran kedelai impor grade 2, 3, dan 4 sendiri mulai muncul sekitar 4 bulan yang lalu. Padahal, sebelumnya distribusi kedelai impor kepada para pengrajin tempe tahu masih baik-baik saja.
“Kedelai yang dijual ke pengrajin ternyata tidak diberi label grade yang jelas. Hanya ada keterangan negara asal kedelai tersebut,” ungkap Aip, Sabtu (24/7/2022).
Baca juga: Diguyur Kedelai Murah Bulog, Perajin Tahu Tempe Bernapas Lega
Aip pun menjelaskan, biasanya di tiap tahun kebutuhan kedelai grade 1 untuk produksi tempe tahu ada di kisaran 3 juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 2,7 juta ton di antaranya diimpor dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Brazil, Argentina, dan negara produsen lainnya. Sedangkan, sekitar 300.000 ton kedelai sisanya diproduksi di dalam negeri.
Di luar itu, Indonesia juga mengimpor sekitar 4 juta ton kedelai grade 2, 3, sampai 4 di tiap tahun untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak seperti ayam, babi, dan lain-lain. Kedelai dengan grade seperti itu umumnya dihargai lebih murah ketimbang kedelai grade 1.
“Perbedaan harga kedelai grade 2, 3, dan 4 adalah sekitar Rp 1000 sampai Rp 3000 per kilogram,” ujar Aip.
Lantas, dengan adanya peredaran kedelai grade 2, 3, dan 4 di kalangan pengrajin tempe tahu, Gakoptindo mempertanyakan pengawasan importasi kedelai yang selama ini dijalankan pemerintah maupun pihak importir. Gakoptindo menduga, ada oknum importir yang menyalahgunakan kedelai impor grade 2, 3, dan 4, sehingga produk tersebut justru tersalurkan ke pihak pengrajin tempe tahu.
Baca juga: Kedelai Amerika Serikat Jadi Pilihan Perajin Tahu Tempe, Apa Sebabnya?
Aip tidak membeberkan secara spesifik potensi besaran kerugian yang dialami para pengrajin tempe tahu karena membeli kedelai di luar grade 1. Yang terang, berapapun nilainya, hal tersebut tentu akan membuat para pengrajin tempe tahu kian tertekan. Apalagi, mayoritas pengrajin tempe tahu merupakan pelaku UMKM yang tenaga kerjanya berasal dari kalangan menengah ke bawah.
“Kedelai grade 2, 3, dan 4 tidak bisa dipakai untuk tempe tahu, kalaupun tetap dipakai ujung-ujungnya akan terbuang percuma karena perbedaan kualitas. Ini jelas merugikan, apalagi kami juga ada biaya angkut dan penggunaan minyak goreng,” terang dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.