Tapi produk-produk itu kurang mendapat sentuhan enterpreneursip sehingga tidak menghasilkan nilai tambah yang tinggi.
Saat ini generasi muda kita tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Untuk menghasilkan wirausaha yang handal paling tidak dibutuhkan 3 L yang menentukan, yaitu: Lahir, Lingkungan dan Latihan.
Lahir, seseorang yang lahir dari keluarga wirausaha, sehingga ia mendapat atmosfer entrepreneursip dalam waktu jangka panjang. Ibarat ia sudah lahir di tengah-tengah tumpukan barang dagangan.
Lingkungan, seseorang berada dalam lingkungan entrepreneurship sehingga jiwa wirausahanya muncul, misalnya seorang profesional yang bekerja bertahun-tahun dengan seorang wirausaha.
Latihan, atau pendidikan, upaya yang secara sadar dan terstruktur dilakukan untuk membangun mind set wirausaha.
Pendidikan kewirausahaan seringkali dikaitkan dengan kegiatan dagang atau jual beli. Sehingga guru dan kalangan pendidikan ragu-ragu memasukkan unsur wirausaha dalam materi pelajaran.
Hal itu kurang tepat karena enterpreneurship bukan sekadar berdagang untuk menghasilkan keuntungan, namun tujuan utama mengubah mind set, sehingga bisa dikondisikan (by design) melalui pendidikan sejak usia dini.
Melalui pendidikan, seseorang didorong untuk mencari dan menciptakan peluang yang bernilai bagi masyarakat.
Ia ditumbuhkan menjadi seorang inovator yang menemukan solusi bagi masyarakat dan seorang sosok yang berani mengambil risiko secara terukur.
Entrepreneur yang sukses tidak mulai dengan berdagang untuk mendapatkan keuntungan finansial, namun mencari inovasi kreatif bagi masyarakat. Keuntungan finansial adalah produk dari kreativitas.
Dalam pendidikan entrepreneurship siswa tidak sekadar didorong menjadi Business Entrepreneur, namun juga menjadi Government Entrepreneur, semacam Lee Kuan Yew, seorang leader yang menumbuhkan Singapura, atau Sukarno sang Pembebas Indonesia, Academic Entrepreneur, seperti Nicholas Negroponte penggagas One Chils One Laptop dari MIT Amerika Serikat, dan Social Entrepreneur, yang menghimpun dana demi kesejahteraan bersama, semacam Muhamad Yunus, Bunda Teresa atau Romo Y.B Mangunwijaya.
Bagaimana mengimplementasi Quantum Leap Entrepreneurship? Ciputra menawarkan tiga gagasan.
Pertama, untuk pendidikan usia dini, dasar dan menengah, perlu mengintegrasikan nilai-nilai entrepreneurship di dalam kurikulum nasional.
Kurikulum Merdeka bahkan menentukan tema Kewirausahaan menjadi salah satu tema dalam Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Kedua, untuk perguruan tinggi melalui Kampus Merdeka hendaknya menciptakan dan mengembangkan pusat-pusat kewirausahaan (entrepreneurship center).
Ketiga, untuk masyarakat, menciptakan gerakan nasional pelatihan kewirausahaan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk menjangkau masyarakat luas yang berada di luar bangku sekolah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.