Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Resah Harga BBM Naik, Sebut Efeknya Daya Beli Turun hingga Ancaman PHK

Kompas.com - 23/08/2022, 19:30 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh bersama elemen serikat buruh, serikat petani, dan organisasi sipil yang lain menolak keras rencana kenaikan harga BBM subsidi termasuk elpiji 3 kilogram.

Menurut Ketua Partai Buruh Said Iqbal, ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan BBM.

Pertama, kenaikan BBM akan meningkatkan inflansi secara tajam. Bahkan dia memprediksi, inflansi bisa tembus pada angka 6,5 persen. Hal itu akan berdampak pada daya beli rakyat kecil semakin terpuruk.

"Khususnya buruh pabrik yang selama tiga tahun tidak naik sudah menyebabkan daya beli turun 30 persen. Kalau BBM naik, bisa-bisa daya beli mereka turun hingga 50 persen," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Selasa (23/8/2022).

Baca juga: Kementerian ESDM: Kenaikan Harga BBM Subsidi Masuk Opsi Pilihan Pemerintah

Ancaman PHK

Alasan kedua, tingkat upah di kalangan buruh yang tidak naik juga akan berdampak terhadap banyaknya PHK akibat kenaikan harga barang. Imbasnya, perusahaan juga akan melakukan efisiensi akibat biaya energi yang meningkat.

Ketiga, tidak tepat membandingkan harga BBM di suatu negara dengan tidak melihat pendapatan per kapita.

Desas desusnya, kata Said Iqbal. harga Pertalite akan naik kisaran Rp 10.000 per liter. Memang lanjut dia, jika dibandingkan dengan Amerika yang Rp 20.000-an (per liter), Singapura Rp 30.000-an, harga Pertalite di Indonesia memang rendah.

"Kalau melihat income per kapita, Singapura sudah di atas 10 kali lipat dibandingkan dengan kita. Jadi perbandingannya tidak apple to apple. Tidak tepat membandingkan harga BBM, tetapi tidak melihat kemampuan daya beli masyarakat," kata dia.

Baca juga: Estimasi Ekonom, Kenaikan Harga Pertalite-Solar Bisa Sumbang Inflasi 1,97 Persen

 

Soal alasan menuju EBT

Alasan keempat, lanjut Said Iqbal, kalau arahnya adalah untuk menuju energi terbarukan, itu hanya akal-akalan. Lihat saja BUMN dan perusahaan-perusahaan besar masih menggunakan energi fosil, batu bara, diesel, hingga Solar.

Kelima, saat ini BBM Premium sudah hilang di pasaran, kecuali daerah tertentu. Jadi menurutnya jangan berdalih, ketika Pertalite naik masyarakat bisa menggunakan Premium. Karena saat ini Pertalite banyak digunakan masyarakat bawah. Setidaknya ada 120 juta pengguna motor di Indonesia.

Baca juga: Sri Mulyani: Jika Harga BBM Pertalite-Solar Tak Naik, Subsidi Energi Bisa Bengkak Lagi Rp 198 Triliun

 

Solusi Buruh Soal BBM

Dia pun menawarkan solusi dengan cara pemisahan antara pengguna BBM yang bersubsidi dengan tidak bersubsidi. Misal, sepeda motor, angkutan umum, dan kendaraan publik lainnya diharapkan tidak ada kenaikan BBM.

Sedangkan untuk mobil, menggunakan tahun pembuatan 2005 ke bawah, juga diharapkan mendapatkan jatah BBM subsidi. Selain itu, sebelum energi terbarukan belum siap beroperasi, sepanjang itu pula harga BBM tidak perlu dinaikkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com