Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sunardi Siswodiharjo
Food Engineer dan Praktisi Kebugaran

Food engineer; R&D manager–multinational food corporation (2009 – 2019); Pemerhati masalah nutrisi dan kesehatan.

"Locavore", Pangan Lokal Pangan Masa Depan

Kompas.com - 17/10/2022, 09:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Merujuk pada data Badan Pusat Stastik (BPS) tahun 2020, Indonesia telah mengimpor biji gandum sebanyak 10,3 juta ton senilai lebih dari Rp 30 triliun. Biji gandum merupakan bahan baku tepung terigu dan 100 persen dari kebutuhan nasional dipenuhi dari impor.

Baca juga: Harga Gandum Meningkat, Komisi IV Dukung Kementan Perluas Substitusi Pangan Lokal dengan Sorgum

Kemudian, impor kedelai 2,5 juta ton senilai lebih dari Rp 10 triliun dan setara dengan 83 persen kebutuhan nasional. Belum lagi impor gula 5,5 juta ton senilai lebih Rp 25 triliun, setara dengan 92 persen kebutuhan nasional.

Meskipun relatif sedikit, beras ternyata masih ada impor 0,356 juta ton senilai lebih dari Rp 2 triliun.

Predikat Indonesia sebagai negara dengan megabiodiversitas terbesar kedua di dunia setelah Brasil, hanya akan menjadi sebuah potensi alam yang sia-sia jika tidak ada political will yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkannya menjadi sumber pangan lokal yang melimpah.

Di dunia terdapat lebih dari 50 ribu jenis tanaman yang dapat dimakan. Namun hanya 15 jenis tanaman pangan yang menjadi penyedia 90 persen dari asupan energi. Di antara 15 komoditas pangan tersebut, beras, jagung, dan gandum menjadi konsumsi pangan utama dunia termasuk Indonesia.

Jalan terjal pangan lokal

Untuk merealisasikan cita-cita pangan lokal sebagai pangan masa depan, sesungguhnya telah disiapkan “Roadmap Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Non-Beras (2020-2024)” oleh Kementerian Pertanian.

Jagung menjadi salah satu komoditi prioritas dalam peta jalan tersebut, selain ubi kayu, sagu, kentang, pisang, dan talas. Namun, peta jalan pangan lokal tersebut akan selalu menemui jalan terjal, kecuali mendapat dukungan penuh pemerintah, salah satunya dalam bentuk keberpihakan politik anggaran.

Beberapa langkah strategis berikut bisa ditempuh untuk membantu mewujudkan cita-cita swasembada jagung serta komoditas lainnya.

Pertama, memberikan pagu anggaran yang lebih memadai, tetapi tentu harus disertai pertanggungjawaban yang baik dalam pelaksanaannya.

Selama ini, anggaran selalu menjadi salah satu kendala utama untuk mengeksekusi program-program yang ada dalam roadmap serupa, yang sejatinya sudah berulang kali dijalankan dan banyak mengalami kegagalan.

Kedua, memastikan ketersediaan bahan baku pangan lokal dengan budidaya, bibit/benih unggul serta teknologi yang memadai. Hal ini penting agar kualitas, kuantitas dan kontinuitas untuk industri olahan dan konsumsi dapat terpenuhi sesuai standar.

Ketiga, memastikan harga pangan lokal yang kompetitif. Hal ini hanya bisa dicapai jika produksi melimpah hingga mencapai kapasitas produksi maksimumnya.

Keempat, meningkatkan preferensi atau kesukaan terhadap pangan lokal. Jepang bisa menjadi contoh bagaimana menanamkan kesukaan pada produk pangan lokal sejak usia dini dengan program school lunch yang menunya penuh dengan sajian pangan lokal.

Produksi melimpah akan menjadi percuma jika tidak ada permintaan dan preferensi dari masyarakat. Kesan inferior dan lekat dengan kemiskinan harus dijauhkan dari pangan lokal.

Kelima, menaikkan skala usaha UMKM pangan lokal. Peningkatan ini perlu dukungan modal dan teknologi sehingga produksi menjadi lebih efisien dan menghasilkan produk yang kompetitif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com