Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sunardi Siswodiharjo
Food Engineer dan Praktisi Kebugaran

Food engineer; R&D manager–multinational food corporation (2009 – 2019); Pemerhati masalah nutrisi dan kesehatan.

"Locavore", Pangan Lokal Pangan Masa Depan

Kompas.com - 17/10/2022, 09:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan demikian, jika tercapai swasembada pangan, maka akan menjadi swasembada yang berkelanjutan (sustainable) serta menyejahterakan petani.

Pangan lokal pangan masa depan

Pangan lokal sejatinya bisa menjadi salah satu pilihan utama untuk mewujudkan sistem pangan yang tangguh serta berkelanjutan. Pangan lokal sanggup mengurangi jejak karbon (carbon footprint) yang berasal dari sumber pangan kita.

Salah satu cara paling efektif mengurangi jejak karbon yang berasal dari sumber pangan kita adalah dengan memperbanyak jumlah konsumsi pangan lokal dan mengurangi pangan impor.

Rantai pasok juga akan menjadi jauh lebih pendek. Secara global, emisi selalu terkait dengan makanan jenis apa yang kita taruh di piring kita. Memperbanyak makan sumber karbohidrat berupa sayur dan buah lokal yang jelas bentuk nyata diet rendah karbon.

Hal ini juga merupakan wujud komitmen dan aksi serta kontribusi nyata dalam mengurangi emisi karbon untuk menghadapi fenomena perubahan iklim global dan bagaimana cara kita beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Transportasi bahan pangan sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil. Jarak tempuh bahan pangan (food miles) adalah jarak tempuh transportasi atau distribusi bahan pangan sejak proses produksi hingga mencapai konsumen.

Jarak tempuh merupakan salah satu faktor untuk menilai dampak lingkungan dari bahan pangan, termasuk dampaknya terhadap pemanasan global. Semakin jauh jarak tempuh semakin tidak ramah lingkungan.

Konsep food miles sesungguhnya telah dicetuskan pada awal 1990-an di Inggris oleh Tim Lang dari Sustainable Agriculture Food and Environment (SAFE), Alliance, London, UK. Pertama kali muncul dalam laporan bertajuk “The Food Miles Report: The dangers of long-distance food transport”, yang ditulis oleh Angela Paxton (1994).

Merujuk pada konsep food miles tersebut, maka sebenarnya pangan lokal akan mampu menjadi pangan yang berkelanjutan (sustainable food) sekaligus menjadi paradigma baru pangan masa depan karena beberapa sebab.

Pertama, lokalitas pangan mendukung gerakan diet karbon yang dicirikan oleh food miles yang rendah.

Kedua, tingkat diversitas atau keragaman pangan lokal di Indonesia yang tinggi sehingga mampu memberikan banyak pilihan sebagai sumber kalori, tidak terlalu bergantung pada satu atau dua bahan pangan saja.

Diversitas pangan memungkinkan masyarakat memiliki daya lentur (flexibility) yang tinggi sehingga cenderung mampu bertahan hidup dengan lebih baik pada saat terjadi krisis dan bencana karena memiliki banyak alternatif pangan.

Bisa dikatakan bahwa diversitas pangan akan membantu masyarakat memiliki daya adaptasi (resilience) yang tinggi. Sebab lain pangan lokal bisa menjadi pangan masa depan adalah kandungan tinggi nutrisi yang tidak kalah dengan pangan impor.

Merujuk pada Gastronomi Indonesia, Garjito et al. (2019), disebutkan bahwa dalam Serat Centhini, sebelum abad ke-19, masyarakat Jawa sudah mengenal kegiatan yang disebut “ngrowot”, yaitu kegiatan mengonsumsi umbi-umbian (pala kependhem) dan sayuran baik yang segar maupun dikukus atau direbus terlebih dahulu.

Umbi-umbian mengandung senyawa-senyawa yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan oleh tubuh manusia, yang disebut senyawa fungsional, misalnya senyawa antioksidan atau penangkal radikal bebas seperti beta-karoten dan antosianin yang mampu menghambat penyakit degeneratif.

Salah satu contohnya adalah garut, umbi yang mempunyai kemampuan dapat mengatasi masalah pencernaan serta mengandung fosfor, kalsium, zat besi, vitamin C, vitamin A, riboflavin dan niasin yang dibutuhkan agar tubuh lebih sehat dan bugar.

Belum lagi buah-buahan lokal dan sayur yang sangat banyak jenisnya juga merupakan sumber serat tinggi, vitamin serta mineral. Pangan yang sehat dan baik untuk diri serta lingkungan adalah pangan masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com