JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan, transisi energi dari energi berbasis fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) akan dilakukan dengan melihat kondisi yang ada di Indonesia.
Dia bilang, transisi energi ini tidak akan menggunakan pola pikir negara lain, karena kondisi lapangan di Indonesia sangat berbeda.
“Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi,” kata Erick dalam siaran pers, Senin (6/12/2022).
Baca juga: Direktur Operasi II Waskita Terjerat Korupsi, Stafsus Erick Thohir: Komitmen Bersih-bersih BUMN
Erick mengatakan, transisi menuju EBT harus dilakukan dengan cara Indonesia. Karena 75 persen wilayah Indonesia adalah laut, dan merupakan kepulauan.
“Kita harus memetakan soal EBT ini, karena kita beda dengan Amerika, Eropa, dan China yang berbentuk satu pulau. Kita kepulauan, 75 persen laut. Sehingga kunci logistik adalah penting,” ujarnya.
Menurut Erick, berbagai upaya terus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses transisi menuju EBT. Salah satu yang mengemuka adalah program Pensiun Dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
”Yang kita inginkan dalam mengkonsolidasikan kelistrikan ini, kita tidak mau mengikuti pola pikir negara-negara lain," tegas Erick.
Mantan Presiden Inter Milan itu mengungkapkan, transisi menuju EBT di Indonesia tidak dapat disamakan dengan negara lain, karena perlu dilihat harga jualnya hingga ke masyarakat. Jika terlalu mahal, maka rakyat yang akan menanggungnya.
"Kalau di luar negeri itu, bayar listrik dan BBM lebih mahal, (tidak masalah) asal green (berbasis EBT), (masyarakatnya) tetap beli. Nah kalau di Indonesia itu belum siap. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan masih terasa. Itu yang harus kita perhatikan," tuturnya.
Erick mengatakan, pelaku usaha juga akan menjadi tidak kompetitif jika dibebani harga listrik yang mahal. Banyak negara ingin dunia usaha Indonesia itu tidak kompetitif. Itulah mengapa, pemerintah mengambil posisi tahun 2060 (untuk target Net Zero Carbon), bukan 2050.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.