Jangkauan pemerintah tentu terbatas. Data Statistik Indonesia 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, dari total 3.115 perguruan tinggi (PT) yang ada di bawah naungan Kemendikbudristek, hanya 125 atau 4 persen yang merupakan perguruan tinggi negeri (PTN), adapun 2.990 lainnya adalah perguruan tinggi swasta (PTS).
Dari sisi jumlah mahasiswa, total ada 7.369.009 mahasiswa, hanya 40 persen atau 2.994.015 yang menuntut ilmu di PTN, sedangkan 4.374.994 mahasiswal lainnya di PTS.
Karena itulah, kolaborasi menjadi kata kunci yang sangat menentukan. Kontribusi pihak swasta sangat penting untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.
Tantangan lainnya adalah, pintu kampus tak mudah ditembus oleh semua orang. Data Kemendikbudristek menunjukkan, dari sekitar 3,7 juta pelajar lulusan SMA, MA, dan SMK setiap tahun, hanya 1,8 juta atau 48 persen yang bisa melangkah ke jenjang pendidikan tinggi.
Adapun 1,9 juta atau lebih dari separo lainnya tak terserap oleh perguruan tinggi. Alasannya, sebagian besar karena keterbatasan ekonomi maupun daya tampung bangku kuliah.
Berbagai tantangan dalam sektor pendidikan tak bisa diselesaikan secara business as usual. Harus ada terobosan dan inovasi agar gelombang transformasi pendidikan bisa melaju lebih cepat dan menjangkau lebih luas.
Kurikulum Merdeka yang sudah digulirkan Kemendikbudristek menjadi pemantik transformasi sektor pendidikan, termasuk pendidikan tinggi.
Pesatnya perkembangan education technology (edutech) bisa menjadi game changer dalam proses transformasi ini.
Satu hal yang mesti diingat, edutech tidak hanya sebatas konsep e-learning atau meng-online-kan proses belajar mengajar, tapi lebih luas dari itu, karena mencakup skema Learning Management System (LMS).
Selain mengembangkan inovasi pembelajaran melalui skema e-learning untuk mempermudah mahasiswa dan dosen mengakses sumber knowledge, LMS juga mentransformasi sistem administrasi perguruan tinggi sehingga proses pembelajaran, riset, dan operasional perguruan tinggi bisa berjalan lebih efektif dan efisien.
Solusi ini tidak saja bisa membuka peluang lebih luas bagi kampus untuk menerima mahasiswa, tapi juga membantu kampus yang masih dalam tahap berkembang, khususnya di luar Jawa, untuk bisa mengejar kualitas pendidikan agar bisa setara dengan kampus-kampus yang sudah mapan.
Dengan begitu, gap pendidikan yang selama ini menjadi isu bisa direspons dengan lebih baik.
Namun sekali lagi, ini pekerjaan besar yang membutuhkan kolaborasi banyak pihak. Di sinilah, IndoSterling Group melalui PT IndoSterling Technomedia Tbk (TECH) ikut berkontribusi melalui pengembangan platform Edufecta.
Dengan konsep one stop solution, Edufecta kini menjadi bagian penting dari gerakan besar transformasi Pendidikan tinggi di Indonesia.
Hingga Desember 2022, tidak kurang dari 1.000 kampus di Indonesia telah merasakan manfaat dari hibah optimalisasi pemanfaatan Edufecta yang berkolaborasi dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI).
Selain itu, 800 perguruan tinggi yang tergabung dalam Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM) juga masuk dalam ekosistem besar Edufecta.
Dengan semangat kolaborasi, benih transformasi pendidikan Indonesia yang kita tebar saat ini, akan terus tumbuh dan memperkuat struktur daya saing Bangsa Indonesia.
Sehingga, proyeksi berbagai institusi global yang menyebut Indonesia akan menjadi raksasa ekonomi terbesar ke-4 dunia pada tahun 2050, bisa menjadi kenyataan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.