Infrastruktur yang selama ini menjadi salah satu titik lemah daya saing Indonesia, sudah mendapat perhatian serius era pemerintahan Presiden Jokowi.
Transformasi di bidang infrastruktur menjadi modal penting bagi lepas landasnya perekonomian Indonesia.
Namun, ini harus dibarengi dengan transformasi di berbagai bidang lain, agar titik-titik lemah dalam struktur daya saing Indonesia bisa terus diperkuat. Salah satu yang harus serius diperhatikan adalah transformasi sektor pendidikan.
Mengapa? Kualitas sektor pendidikan di negara-negara maju menjadi bukti empiris betapa pentingnya pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa.
Ekonom peraih Nobel T.W. Schultz menyebut, investasi pada pendidikan berkorelasi erat dengan tingkat kenaikan income penduduk yang selanjutnya memperkuat daya beli dan menjadi mesin pendorong ekonomi.
Riset Bank Dunia, Education Strategy 2020: Learning for All, Investing in People’s Knowledge and Skills to Promote Development, menegaskan bahwa investasi pada kualitas pendidikan menjadi faktor penunjang pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan.
Pendidikan berkualitas tidak hanya menjadi faktor naiknya produktivitas tenaga kerja yang membuka jalan untuk memperoleh income yang lebih tinggi, tapi juga memperkuat kemampuan adaptif individu terhadap pesatnya perkembangan teknologi.
Sehingga, selain memperkuat daya beli, peningkatan kemampuan adaptif individu secara kolektif akan memperkuat daya saing negara di peta kompetisi global.
Namun, lagi-lagi, meningkatkan kualitas pendidikan bukan perkara mudah. Mismatch antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja sudah menjadi isu krusial dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Pada 2018, Bank Dunia menyebut estimasi bahwa Indonesia akan mengalami kekurangan 9 juta tenaga kerja yang terampil di bidang teknologi informasi sepanjang periode 2015 – 2030.
Ini tentu menjadi tantangan besar yang harus dipecahkan oleh dunia pendidikan di Indonesia agar gap atau kesenjangan tersebut bisa diisi dengan lahirnya generasi muda yang terampil di bidang teknologi informasi dan berbagai bidang lainnya.
Gap di sektor pendidikan juga harus direspons dengan serius. Kita perlu mengingat pernyataan Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang gap adopsi teknologi yang makin terlihat di kala pandemi.
Lembaga pendidikan di wilayah yang lebih maju bisa lebih cepat beradaptasi dengan kebutuhan pemanfaatan teknologi, baik dari sisi infrastruktur teknologi maupun kemampuan pengajar dan murid.
Sementara itu, di daerah yang belum maju, penguasaan teknologi masih kurang. Gap teknologi ini memperlebar ketidakdilan dalam akses pendidikan yang berkualitas.
Kesenjangan dalam literasi dan penguasaan teknologi menjadi tantangan besar jika Indonesia ingin memperluas akses pendidikan berkualitas.