Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Andesna Nanda
Ahli Pemerhati Manajemen Strategis

Pemerhati Manajemen Strategi, Penulis Centang Biru Kompasiana

Menolak Pandangan Skeptis kepada Lembaga Penjamin Polis

Kompas.com - 08/01/2023, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEDIO Desember 2022 yang lalu, Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) resmi diketok palu menjadi Undang-Undang melalui Rapat Paripurna DPR.

Ini berarti bahwa Pemerintah dan DPR menunjukkan keseriusan dalam mencoba memecahkan masalah-masalah di sektor jasa keuangan.

Salah satu poin yang berdampak langsung untuk industri asuransi adalah pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP), yang tentu diharapkan menjadi angin segar bagi industri asuransi.

Seperti di perbankan yang memiliki Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), LPP diharapkan dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk membeli produk-produk asuransi di tengah gejolak beberapa perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar.

Di tengah berita baik ini silang pendapat juga bermunculan dengan praduga bahwa ada kemungkinan uang premi perbankan dipakai untuk industri asuransi yang dipandang banyak perusahaan asuransi gagal memenuhi janji-janjinya.

Memang betul bahwa beberapa waktu belakangan, industri asuransi sedang diterpa permasalahan yang memang faktanya menodai citra di mata masyarakat.

Kasus-kasus gagal bayar perusahaan asuransi bergantian muncul di permukaan yang tentu sulit ditepis. Salah satu akar masalahnya adalah tata kelola yang belum maksimal.

Namun, untuk mengatakan LPP akan menjadi tempat permasalahan baru karena banyak perusahaan asuransi yang tak memenuhi janji karena tata kelola yang amburadul juga merupakan kesalahan logika yang cukup fatal, Hasty Generalization.

Bradley Dowden dalam publikasi ilmiahnya berjudul Fallacies, menjelaskan hasty generalization adalah kesalahan logika ketika subjek atau pelakunya dengan sadar menarik kesimpulan di mana kesimpulan itu sendiri adalah generalisasi.

Kesalahan utama pada premis kesalahan logika bahwa banyak janji perusahaan asuransi yang tak terpenuhi itu ialah overestimate atau melebih-lebihkan kekuatan argumen berdasarkan sampel yang terlalu kecil maupun objek yang terlalu abstrak untuk dihadapkan pada tingkat kepercayaan riil hingga kalkulasi margin kesalahan.

Selain itu, hasty generalization juga melingkupi argumentasinya dengan hanya berpijak pada sejumlah kecil kejadian atau fakta, tetapi berani digeneralisasikan sebagai akar masalah atau penyebab dari suatu fenomena.

Dengan kata lain, dasar generalisasi bahwa banyak janji perusahaan asuransi yang tak terpenuhi berangkat dari premis yang belum sepenuhnya valid dan dapat dibuktikan keabsahan serta akuntabilitas konkretnya.

Kemudian, sikap skeptis lain terhadap LPP yang berkembang dengan melihat kondisi industri asuransi yang sedang menghadapi tantangan seperti saat ini adalah membandingkan dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di industri perbankan.

Tentu saja sikap tersebut adalah kesalahan logika yang kedua, False equivalence, membandingkan dua hal yang seakan-akan sama, padahal mempunyai perbedaan yang jelas.

Sikap skeptis lain kepada LPP yang juga tidak kontributif adalah pandangan yang didasari oleh pasal 85 UU P2SK tentang LPS ayat 2 mengenai adanya opsi pinjaman antarprogram dalam hal salah satu program yang dijalankan LPS mengalami kekurangan dana.

Pasal ini kemudian diartikan bahwa premi dari industri perbankan, misalnya dapat digunakan untuk membereskan masalah di industri asuransi terkait dengan gagal bayar.

Pasal ini tentunya tidak bisa diartikan dengan praduga semacam itu, mengingat pemerintah pasti memiliki perhitungan yang matang akan adanya opsi tersebut.

Pandangan ini menjadi tidak tepat karena perusahaan asuransi yang bisa menjadi anggota LPP harus terlebih dahulu menjadi perusahaan asuransi yang sehat.

Artinya hipotesis yang menyatakan bahwa premi dari salah satu program bisa digunakan untuk menyelesaikan perusahaan asuransi yang sakit menjadi ditolak dan tidak valid.

Pun, menurut rilis akhir tahun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 479,88 persen dan 324,34 persen.

Meskipun RBC dalam tren yang menurun dan RBC beberapa perusahaan asuransi dimonitor ketat, namun secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120 persen.

Artinya, dengan melihat salah satu indikator penting ini, Industri asuransi secara agregat masih dapat dikatakan sehat dan dikelola dengan baik.

Jika memang industri asuransi dikelola dengan tata kelola yang amburadul, tentunya indikator di atas sudah menjadi perhatian serius OJK.

Kemudian, indikator lain adalah membaiknya angka literasi dan inklusi industri asuransi yang juga merupakan pertanda bahwa perusahaan-perusahaan asuransi dengan giat memperbaiki dan mendorong tingkat pengetahuan dan akses konsumen terhadap perusahaan asuransi.

Ini artinya bahwa perusahaan-perusahaan asuransi sangat paham tata kelola perusahaan dengan berkontribusi membangun pilar tata kelola perusahaan yang baik, yaitu dengan senantiasa memberikan kesempatan yang wajar kepada setiap pihak untuk mengakses informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam lingkup kedudukan masing-masing pihak, sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan oleh otoritas pasar modal, komunitas pasar modal, dan pemangku kepentingan.

LPP penutup celah perlindungan konsumen

Alih-alih bersintesis bahwa LPP ini akan menjadi kuburan masal perusahaan asuransi, perlu melihat sudut pandang lain bahwa LPP ini adalah salah satu opsi masa depan industri asuransi.

Sudut pandang berimbang ini perlu karena pada kenyataannya saat ini nyaris semua produk-produk jasa keuangan merupakan produk yang saling bersinggungan di semua subsektor.

Premis tersebut menjadi dasar argumen bahwa LPP harus dijadikan momentum untuk perlindungan konsumen dengan memastikan bahwa konsumen membuat keputusan yang terinformasi dengan baik tentang pilihan mereka dan memiliki akses ke mekanisme ganti rugi yang efektif.

Dengan adanya LPP juga mendorong pelaku bisnis asuransi untuk menjamin kualitas produk dan layanan yang mereka tawarkan.

LPP juga akan mendukung untuk memastikan perusahaan asuransi untuk memperlakukan konsumen dengan adil.

Jika dua hal ini bersinergi, maka akan meningkatkan profitabilitas dan daya saing perusahaan asuransi yang juga akan mengarah pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Sisi lain masa depan industri asuransi dengan adanya LPP akan mendukung kebijakan perlindungan konsumen, undang-undang dan peraturan agar bisnis asuransi tetap terkendali.

Namun yang harus diperhatikan adalah untuk LPP menjadi bagian dari sistem perlindungan konsumen yang fungsional, pemerintah, bisnis, dan konsumen perlu bekerja sama.

Pemerintah perlu menetapkan kebijakan, undang-undang dan peraturan yang memadai untuk memastikan konsumen terlindungi dari praktik bisnis yang merugikan.

Juga harus ada interaksi dan koordinasi yang efektif antara lembaga terkait yang bertanggung jawab untuk menerapkan isi UU P2SK pasal 85 tersebut.

Pada saat yang sama, perusahaan asuransi juga harus menahan diri dari tindakan curang atau tidak adil yang menyesatkan atau berdampak negatif pada konsumen.

Konsumen, pada gilirannya, harus mendapat informasi yang baik tentang hak-hak mereka dan ini juga dapat didukung secara proaktif melalui asosiasi-asosiasi yang ada di lingkungan industri asuransi dengan memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran dan menjangkau konsumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com