Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlambatan Ekonomi Global Disebut Biang Keladi PHK Massal di Industri Padat Karya RI

Kompas.com - 13/01/2023, 05:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Pemerintah menyebut kondisi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di sektor padat karya tak lepas dari dampak pelemahan ekonomi global. Perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor membuat permintaan turun.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, kondisi ini telah dibahas bersama dengan para petinggi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Jadi ada beberapa sektor yang mulai mengurangi (pekerja), ada yang kemarin 87.000, ada yang sekian-sekian. Itu memang permasalahannya di global market," ungkap Susiwijono saat ditemui di Kantor PT HM Sampoerna, Karawang, Jawa Barat, Kamis (12/1/2023).

Baca juga: Badai PHK Berlanjut, Simak 5 Perusahaan Teknologi Dunia yang Pangkas Jumlah Karyawan

Ia mengatakan, pada dasarnya ekonomi nasional cukup kuat di tengah gejolak global, hal ini tercermin dari kinerja pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5 persen sepanjang tiga kuartal tahun lalu.

Namun, kondisi pelemahan ekonomi global membuat industri yang berorientasi ekspor mengalami tekanan. Perusahaan harus melakukan efisiensi seiring menurunnya produksi akibat melemahnya permintaan.

"Makanya beberapa sektor yang mengandalkan ekspor, itu kemarin terdampak. Contoh industri tekstil dan produk tekstil, alas kaki, dan furnitur, karena permintaan di internasionalnya berkurang, mau enggak mau mengurangi produksi," jelas Susiwijono.

Baca juga: Di Tengah Badai PHK, BPJS Ketenagakerjaan Sebut Jumlah Penerima JKP Capai 9.794 Orang

 


Pelemahan ekonomi global pun tercermin dari proyeksi berbagai lembaga internasional untuk tahun depan. Seperti Bank Dunia (World Bank) yang memperkirakan ekonomi global di 2023 hanya tumbuh 1,7 persen, turun dari proyeksi sebelumnya yang tumbuh 3 persen.

"Jadi memang dunia lagi agak slowdown semuanya, beberapa negara tujuan utama ekspor kita kontraksi (perekonomiannya), pasti berpengaruh (ke Indonesia)," imbuhnya.

Menurut Susiwijono, pemerintah pun tengah berupaya menangani persoalan ini. Sebab, meskipun permintaan domestik cukup kuat, namun tidak berarti produk berorientasi ekspor bisa langsung diserap di dalam negeri.

Lantaran, pasar dalam negeri tentu sudah memiliki pemain tersendiri, serta tingkat permintaannya juga belum tentu bisa menyerap seluruh produk berorientasi ekspor.

"Karena marketnya di domestik kan sudah ada sendiri, jangan sampai saling mengganggu. Nah itu kami lagi seimbangkan kebijakannya, ini sudah kami identifikasi," kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com