BULAN November 2022 lalu, Panel yang dibentuk Organisasi Perdagangan Dunia/WTO di Jenewa atas sengketa Indonesia yang digugat Uni Eropa merekomendasikan agar kebijakan larangan ekspor dan kewajiban pemasaran di dalam negeri yang diterapkan oleh Pemerintah terhadap Bijih Nikel agar disesuaikan dengan aturan main WTO karena melanggar Pasal XI:1 GATT/WTO.
Kedepan, salah satu pendekatan yang perlu segera dicermati untuk menghindari kemungkinan kebijakan larangan ekspor digugat kembali negara lain dan agar kebijakan hilirisasi Indonesia tetap dapat dipertahankan adalah dengan memanfaatkan instrumen pengenaan pajak ekspor.
Pembatasan ekspor dan pajak ekspor adalah bagian dari kebijakan perdagangan yang diterapkan di banyak negara anggota WTO.
Pembatasan ekspor dapat menjadi salah satu kebijakan penting untuk tujuan pembangunan ekonomi, termasuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan nilai tambah di sektor bahan baku, meningkatkan kelestarian lingkungan, serta memperlambat kerusakan sumber daya dan bahan baku.
Aturan multilateral tentang pajak ekspor diatur dalam Pasal XI GATT/WTO, di mana pelarangan ekspor dilarang, tetapi pajak ekspor diizinkan dalam situasi dan keadaan tertentu.
WTO telah mendefinisikan Pembatasan Ekspor (Export Restrictions) sebagai, “kebijakan di wilayah pabean yang dilakukan melalui UU atau peraturan pemerintah, yang secara tegas membatasi jumlah produk yang diizinkan untuk diekspor, atau kebijakan pemeritah yang memungut bea atau pajak terhadap produk yang diekspor yang tujuannya adalah untuk membatasi jumlah ekspor“ (WTO, Laporan Panel Measures Treating Export Restraints as Subsidies, 2001, hlm.75).
Pajak ekspor dibagi dalam bentuk ad valorem, yaitu persentase pajak dari nilai suatu produk dan pajak spesifik atas jumlah/nilai tertentu per unit produk.
Semua jenis pajak ekspor memiliki efek mengurangi volume ekspor dan karenanya kebijakan ini sering dikategorikan sebagai pembatasan ekspor.
Aturan perdagangan multilateral tidak secara tegas melarang pengenaan bea atau pajak ekspor, namun apabila kebijakan tersebut mengakibatkan efek pembatasan ekspor seperti tertuang di pasal XI:1 GATT, maka anggota lainnya berpotensi untuk melakukan gugatan ke WTO.
Pertama, dalam literatur perdagangan internasional, kebijakan pembatasan ekspor dapat memengaruhi penurunan volume perdagangan dunia dan hilangnya efisiensi global.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.