Apa saja yang harus berbasis inovasi? Semua hal tentunya, dari hulu ke hilir, dari edukasi ke implementasi. Hal ini penting agar tercipta akselerasi, baik akselerasi pembelajaran maupun pengejawantahannya.
Baca juga: Pahami 17 Subsektor Ekonomi Kreatif Indonesia Beserta Contohnya
Kasali (2014) mengingatkan bahwa pernyataan terkenal Charles Darwin yaitu ‘survival of the fittest’ dalam karyanya The Origin of Species, telah sepatutnya diubah menjadi ‘survival of the fastest’. Siapa yang paling cepat (berubah, bertindak, berkolaborasi, berkarya) adalah yang menang. Sebaliknya, mereka yang lamban serta malas berubah akan punah.
Polemik baju impor bekas sudah lebih dari cukup hadir sebagai tamparan keras untuk menata ulang akselerasi edukasi industri dalam negeri. Jadi, sudah saatnya akselerasi dilakukan.
Dunia yang terus berkembang pesat jelas memerlukan ketelitian dan kejelian dalam memandangnya. Mengapa? Karena cara pandang menentukan cara kita bersikap dan berperilaku.
Ragam perspektif untuk memandang sebuah situasi secara lebih positif telah hadiri silih berganti, seperti Poulin (2005) dengan konsep strengths based approach (berfokus pada potensi dan kekuatan), Whitney & Trosten (2007) dengan konsep appreciative thinking (melihat sisi terbaik dan tidak mencari kesalahan), Deming melalui theory of profound knowledge (teori empat lensa) dan lain-lain, yang telah memberikan bekal bagi pengelola negara untuk ‘memandang ulang’ potensi usaha, bisnis, dan perdagangan dalam negeri.
Baca juga: Apa Itu Trifthing dan Kenapa Impor Baju Bekas Dilarang di Indonesia?
Jadi, melalui cara pandang baru berbasis kekuatan, kita dapat mulai melihat bahwa warga Indonesia pada umumnya dan pelaku usaha pada khususnya, adalah sumber potensi. Ini ibarat tambang emas yang belum diolah.
Ragam pembekalan dan pendidikan untuk mengolah ‘emas’ ini menjadi pelaku wirausaha bermental baja dan berintelektual perlu terus dilakukan. “Aura” kewirausahaan perlu menjadi nafas utama di berbagai sektor.
Alih-alih memandang jumlah penduduk Indonesia sebagai beban yang harus ditanggulangi, pandanglah penduduk Indonesia ini sebagai potensi pelaku usaha berbasis intelektualitas yang akan menghasilkan ragam kreativitas dan inovasi komoditas. Jangan lupa, jumlah penduduk yang melimpah, sejatinya adalah juga potensi pasar yang melimpah.
Osborne dan Plastrik (1997) telah menyentak mata dunia dengan konsepnya yang bertajuk reinventing government. Konsep ini telah membelalakkan mata dunia terkait bagaimana sebuah negara seharusnya dikelola.
Buku legendaris berjudul Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, telah banyak menyadarkan kita tentang arti penting wirausaha. Secara umum, konsep ini mengajak kita membangun negara dengan semangat wirausaha.
Praktik kewirausahaan pada umumnya adalah praktik yang benar-benar fokus pada efisiensi dan efektivitas kerja, karena sumber daya (material, finansial serta kapital lainnya) yang biasanya sangat terbatas. Artinya, tanpa efisiensi, habislah seluruh peluang untuk bertahan dan berkembang.
Ketika aura kewirausahaan telah merasuk ke dalam ragam dimensi pembangunan, ide, gagasan, dan kreativitas usaha akan terbangun dengan baik. Ekosistem usaha juga akan terus mendukung inovasi komoditas yang hadir. Diharapkan, dari kematian satu usaha baju bekas impor, dapat lahir seribu usaha baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.