Makna lainnya, ini adalah zaman baru di mana produk dan layanan yang dilirik adalah yang berbasis kreativitas dan inovasi kelas dunia, sehingga mampu memenuhi standar kualitas global. Aset terpenting pada jenis ekonomi ini adalah mentalitas dan intelektualitas, yang mampu menghasilkan serangkaian kreativitas dan inovasi.
Pertanyaannya, mampukah pelaku UMKM Indonesia masuk dalam lingkar dalam, serta menjadi pihak yang diuntungkan dengan hadirnya ekonomi oranye? Lalu, mampukah pemerintah membangun ekosistem usaha yang memampukan para pelaku UMKM naik kelas menjadi pelaku bisnis di level ekonomi oranye.
Jawabannya jelas mampu. Sebab sektor usaha/bisnis dapat terus diedukasi dan didampingi. Para pelaku industri dapat terus dikawal dalam meningkatkan kapasitasnya, baik secara mentalitas maupun intelektualitas.
Secara umum, terminologi berbasis inovasi bermakna bahwa segala proses yang perlu dilakukan dalam rangka membangun bangsa perlu mendasarkan diri pada temuan ataupun kreasi inovasi. Pola pikir yang dibangun adalah bahwa setiap langkah baru seyogianya merupakan hasil evalusi dari program selanjutnya.
Proses evaluasi program tidak dapat lagi dianggap sebagai proses penghabisan anggaran, tetapi menjadi wadah untuk memacu lahirnya inovasi baru yang mampu menghasilkan proses yang jauh lebih efektif (ringkas, cepat) dan efisien (murah, tidak boros).
Apa saja yang harus berbasis inovasi? Semua hal tentunya, dari hulu ke hilir, dari edukasi ke implementasi. Hal ini penting agar tercipta akselerasi, baik akselerasi pembelajaran maupun pengejawantahannya.
Baca juga: Pahami 17 Subsektor Ekonomi Kreatif Indonesia Beserta Contohnya
Kasali (2014) mengingatkan bahwa pernyataan terkenal Charles Darwin yaitu ‘survival of the fittest’ dalam karyanya The Origin of Species, telah sepatutnya diubah menjadi ‘survival of the fastest’. Siapa yang paling cepat (berubah, bertindak, berkolaborasi, berkarya) adalah yang menang. Sebaliknya, mereka yang lamban serta malas berubah akan punah.
Polemik baju impor bekas sudah lebih dari cukup hadir sebagai tamparan keras untuk menata ulang akselerasi edukasi industri dalam negeri. Jadi, sudah saatnya akselerasi dilakukan.
Dunia yang terus berkembang pesat jelas memerlukan ketelitian dan kejelian dalam memandangnya. Mengapa? Karena cara pandang menentukan cara kita bersikap dan berperilaku.
Ragam perspektif untuk memandang sebuah situasi secara lebih positif telah hadiri silih berganti, seperti Poulin (2005) dengan konsep strengths based approach (berfokus pada potensi dan kekuatan), Whitney & Trosten (2007) dengan konsep appreciative thinking (melihat sisi terbaik dan tidak mencari kesalahan), Deming melalui theory of profound knowledge (teori empat lensa) dan lain-lain, yang telah memberikan bekal bagi pengelola negara untuk ‘memandang ulang’ potensi usaha, bisnis, dan perdagangan dalam negeri.
Baca juga: Apa Itu Trifthing dan Kenapa Impor Baju Bekas Dilarang di Indonesia?
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.