Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Pada Ramadhan dan Lebaran 2023, Ekonomi Indonesia Berharap...

Kompas.com - 06/04/2023, 12:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

EKONOMI dunia tidak sedang baik-baik saja. Semua proyeksi memperkirakan pelemahan ekonomi kembali membayangi dunia pada tahun ini. Indonesia sebagai bagian dari perekonomian global juga tidak terlepas dari risiko yang sama. 

Setelah Indonesia dipastikan gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, rasanya ekonomi nasional tinggal punya Ramadhan dan Lebaran untuk bersandar. Setidaknya, dua momentum musiman ini bisa diharapkan menggerakkan roda perekonomian di segala lini.

Tiga tahun pandemi Covid-19 menyisakan banyak pekerjaan rumah untuk pemulihan ekonomi. Ketidakpastian global masih berlanjut. Invasi Rusia ke Ukraina menambah ketidakpastian.  

Meski pasokan energi untuk kawasan Eropa adalah yang paling terdampak oleh invasi Rusia, harga minyak dunia ikut merangkak naik. Sebagai net importer minyak, Indonesia sudah pasti  terdampak.  

Baca juga: Krisis Pangan Global, Ancaman Lebih Besar dari Invasi Rusia ke Ukraina

Lalu, di sektor keuangan, kebijakan pengetatan moneter di banyak negara di dunia, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, mendongkrak suku bunga acuan dan nilai tukar mata uang negara-negara utama.

Lagi-lagi, Indonesia terdampak. Ancaman arus uang keluar (capital outflow) dari pasar keuangan dan pelemahan nilai tukar rupiah, ada di antaranya. Belum lagi inflasi dari kenaikan harga-harga komoditas karenanya.

Serasa belum cukup, kebangkrutan bank-bank sistemik di Amerika Serikat disusul krisis perbankan di Swiss yang berlanjut juga ke Jerman dan Eropa, menambah kusut sektor keuangan global.

Terlebih lagi, krisis perbankan di Eropa mengguncang bank-bank raksasa seperti Credit Suisse dan Deutch Bank. 

Baca juga: SVB Bangkrut, Simpanan Nasabah Bank-bank Kecil AS Anjlok

"Pelaku pasar keuangan nervous," istilah ekonom senior Dradjad Hari Wibowo, ketika beberapa waktu lalu berbincang dengan Kompas.com membahas kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) dan krisis Credit Suisse. 

Kebangkrutan SVB, misalnya, berdampak pada iklim dunia startup yang selama ini mengandalkan pendanaan ventura. Ini adalah bank yang sepenuhnya fokus bergerak pada pembiayaan startup.

Adapun krisis Credit Suisse menggores pasar pemilik dan atau pengelola dana raksasa, seperti orang-orang kaya tujuh turunan dan atau pengelola dana pensiun. Sejumlah besar uang yang nominalnya belum pernah kita lihat dalam satu kali hidup, ditanamkan di bank ini.

Baca juga: Buntut Krisis Perbankan Dunia, Saham Credit Suisse dan Bank-bank Eropa Rontok

Sudah begitu, masih pula ekonomi dunia mendapat pukulan baru pada sepekan ini. Negara-negara penghasil dan pengekspor minyak dunia (OPEC) sepakat serempak melakukan pemangkasan produksi. Sontak, harga minyak dunia melambung lagi. 

Bagi Indonesia, harga minyak dunia yang melejit berarti nominal untuk impor bertambah, di tengah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga cenderung melemah. Sudah jatuh, tertimpa tangga. 

Baca juga: OPEC+ Pangkas Produksi, Harga Minyak Dunia Melonjak 6 Persen

Di dalam negeri, kenaikan harga bahan dasar energi berarti pula beban subsidi energi melangit. Yang paling kentara, tentu saja, dari bahan bakar minyak (BBM). Bila memakai harga pasar dengan tren harga naik, ini biasanya diikuti kenaikan segala harga yang lain.

Jangan lupa pula bahwa pembangkit listrik pun mayoritas masih mengandalkan bahan bakar fosil untuk produksi. Belum lagi, ada indikasi salah sasaran subsidi LPG 3 kilogram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Menyikapi Situasi Perekonomian Global

Menyikapi Situasi Perekonomian Global

Whats New
Gaji Pekerja di IKN Bebas Pajak Penghasilan, Minat Pindah?

Gaji Pekerja di IKN Bebas Pajak Penghasilan, Minat Pindah?

Whats New
Waspada, Modus Penipuan Keuangan Meningkat Jelang Libur Akhir Tahun

Waspada, Modus Penipuan Keuangan Meningkat Jelang Libur Akhir Tahun

Whats New
5 Daerah di Jawa Barat dengan UMR 2024 Tertinggi

5 Daerah di Jawa Barat dengan UMR 2024 Tertinggi

Whats New
Zurich Targetkan Pendapatan dari Premi Asuransi Tumbuh 'Double Digit' pada 2024

Zurich Targetkan Pendapatan dari Premi Asuransi Tumbuh "Double Digit" pada 2024

Whats New
LPEI dan Pemprov Sumbar Berkolaborasi Tingkatkan Ekspor Produk-produk Daerah

LPEI dan Pemprov Sumbar Berkolaborasi Tingkatkan Ekspor Produk-produk Daerah

Whats New
Erick Thohir Sebut Rencana Merger Angkasa Pura I dan II Butuh 3 Bulan

Erick Thohir Sebut Rencana Merger Angkasa Pura I dan II Butuh 3 Bulan

Whats New
Daftar UMR di 27 Kabupaten/Kota Jawa Barat Berlaku per 1 Januari 2024

Daftar UMR di 27 Kabupaten/Kota Jawa Barat Berlaku per 1 Januari 2024

Whats New
OJK: Kredit Perbankan Tumbuh, Tembus Rp 6.902 Triliun per Oktober 2023

OJK: Kredit Perbankan Tumbuh, Tembus Rp 6.902 Triliun per Oktober 2023

Whats New
Terbesar di Asia Tenggara, Nilai Ekonomi Digital Indonesia Tembus Rp 1.266 Triliun

Terbesar di Asia Tenggara, Nilai Ekonomi Digital Indonesia Tembus Rp 1.266 Triliun

Whats New
Di Balik Rencana Merger TikTok dan GoTo, Kepemilikan Data dan 'Traffic' Jadi Perhatian

Di Balik Rencana Merger TikTok dan GoTo, Kepemilikan Data dan "Traffic" Jadi Perhatian

Whats New
Riset Sleekflow, 72 Persen Konsumen Lebih Suka Belanja 'Online' karena Lebih Murah

Riset Sleekflow, 72 Persen Konsumen Lebih Suka Belanja "Online" karena Lebih Murah

Whats New
Sensus Pertanian 2023:  Petani Menua, Upah Kecil, dan Produktivitas Turun

Sensus Pertanian 2023: Petani Menua, Upah Kecil, dan Produktivitas Turun

Whats New
Terdampak Longsor, Jalur Kereta antara Stasiun Karanggandul-Karangsari Dilalui dengan Kecepatan Terbatas

Terdampak Longsor, Jalur Kereta antara Stasiun Karanggandul-Karangsari Dilalui dengan Kecepatan Terbatas

Whats New
Lanskap Startup Asia Tenggara: Awal Kelesuan atau Potensi Menjanjikan?

Lanskap Startup Asia Tenggara: Awal Kelesuan atau Potensi Menjanjikan?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com