Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Mengapa Pembangunan Ekonomi Harus Ramah Lingkungan?

Kompas.com - 11/04/2023, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saat air mulai kembali ke tarian normalnya, orang-orang justru mencari konsep-konsep drama politik picisan lainnya untuk diributkan, sampai tarian air episode selanjutnya datang.

Hasilnya, bencana banjir tetap memiliki slot tayang di ruang publik kita karena persoalan utamanya tak pernah diselesaikan. Air dan banjir diperlakukan sebagai persoalan politik picisan, tak pernah diperlakukan sebagaimana semestinya air dalam kadar naturalnya.

Begitu pula dengan lautan. Sampah-sampah dari sungai berlabuh ke lautan. Aneka rupa plastik ikut berenang bersama ikan-ikan laut.

Di sisi lain, reklamasi lebih menarik dibahas sebagai solusi ekonomi atas berbagai persoalan yang muncul akibat masalah ekonomi di daratan.

Laut Jakarta nyaris saja dipermak menjadi pulau-pulau buatan di mana ribuan orang akan berpesta di dalam bangunan-bangunan modern di atasnya.

Naasnya, bersebelahan dengan lokasi tersebut, nelayan pelan-pelan tapi pasti mulai putus asa dengan profesinya.

Ikan-ikan mulai menjauhi para nelayan. Salah satu sumber nutrisi dari lautan tersebut semakin sulit didapatkan.

Kehidupan mulai tak berpihak kepada pada nelayan, ekonomi makin sulit, dan masa depan anak-anak mereka mulai dipertaruhkan, tapi belum jelas siapa yang siap untuk bertanggung jawab.

Ketika beberapa proyek reklamasi dimulai tahun 2015 lalu, ratusan nelayan mulai tak bisa lagi melaut karena mereka tak memiliki kapal yang memadai untuk melaut lebih dari lima miles dari pantai.

Sementara itu, dengan hadirnya proyek-proyek reklamasi, nelayan diwajibkan untuk melaut lebih jauh dari pantai, sekitar 10 miles ke atas.

Walhasil, menurut Komite Nelayan Tradisional Indonesia ketika itu, pendapatan para nelayan anjlok karena beralih profesi menjadi pemulung dan pekerjaan tanpa skill lainnya di kota. Untungnya, proyek semacam itu mulai dihentikan oleh pemerintah.

Namun seiring dengan itu, kampung-kampung mereka juga mulai bertekuk lutut kalah. Sejengkal demi sejengkal dijajah dan ditaklukkan oleh modernitas.

Sampai akhirnya tertimpa bangunan berupa apartemen, perumahan tepi pantai mewah, resort kelas atas, atau Marina tempat kapal-kapal pesiar berlabuh.

Bandingkan dengan Kota Besar seperti New York di Negeri Paman Sam sana. Kalau Anda pernah jalan-jalan ke pulau-pulau di sekitaran kota tersebut, Anda akan menemukan pemandangan yang sangat berbeda di sana.

Lautannya bersih, biota lautnya terlihat cukup terjaga. Oleh karena itu, tak butuh lama kail pancing Anda disambar oleh ikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com