Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Cepat Terjerat Utang China, Siapa yang Akan Membayarnya?

Kompas.com - Diperbarui 14/04/2023, 19:46 WIB
Muhammad Idris

Penulis

PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia ini kemudian menggenggam saham sebesar 60 persen di PT KCIC. Sementara sisa saham 40 persen dikuasai konsorsium China.

Baca juga: Pernah Dilawan Jonan, Konsesi KCJB Kini Malah Diizinkan Jadi 80 Tahun

Porsi utang

Dalam keterangan resmi KCIC, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CBD) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.

Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.

Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, yang awalnya disepakati tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia dan penggunaan APBN.

Namun belakangan pemerintah merevisinya, di mana APBN bisa dikucurkan untuk menyelamatkan proyek ini ancaman mangkrak.

Pemerintah sendiri saat ini sudah dua kali mencairkan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Pertama sebesar Rp 4,3 triliun pada tahun 2021 dan berikutnya sebesar Rp 3,4 triliun pada 2022.

Baca juga: Bunga Utang China untuk KCJB Ternyata 3,4 Persen, Sebelumnya 2 Persen

Kedua PMN disalurkan ke proyek KCJB melalui skema penyertaan modal negara (PMN) PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Sedangkan pinjaman CBD (sebelum pembengkakan biaya) diperkirakan mencapai 4,55 miliar dolar AS atau setara Rp 64,9 triliun.

Uang pajak rakyat dikucurkan ke proyek KCJB terpaksa dilakukan pemerintah guna memenuhi syarat kecukupan modal dasar alias base equity capital.

Tercatat, base equity capital yang mesti dibayar oleh konsorsium BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp 440 miliar, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk senilai Rp 240 miliar, PT Jasa Marga (Persero) Tbk senilai Rp 540 miliar dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) senilai Rp 3,1 triliun.

Baca juga: Andai China Ngotot Bunga KCJB Mentok di 3,4 Persen, Luhut: Okay

Semula PTPN VIII akan menyetorkan modal dalam bentuk tanah di daerah Walini Kabupaten Bandung Barat. Namun hal itu tidak disetujui oleh konsorsium.

“Sehingga PMN Rp 4,3 triliun ini yang diperlukan untuk base equity capital,” ujar Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo saat dihubungi Kontan.co.id kala itu.

Untuk PMN pertama pada 2021, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo kala itu mengatakan, setoran modal awal Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) senilai Rp 4,3 triliun dari APBN disuntik melalui Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun 2021.

“Anggaran modal awal kereta cepat Jakarta-Bandung akan menggunakan sisa anggaran tahun ini,” kata Tiko, panggilan akrab Kartika.

Baca juga: Tidak Fair kalau Semua Pembengkakan Biaya KCJB Ditanggung RI

Dana APBN tersebut akan mengalir dalam bentuk PMN kepada PT KAI, yang kini menjadi pimpinan konsorsium BUMN di proyek Kereta Cepat, menggantikan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com