Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Utama Jokowi Dulu Pilih China Dibanding Jepang Garap KCJB

Kompas.com - 13/04/2023, 08:34 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Mega proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) kembali jadi sasaran kritik publik. Ini setelah pemerintah China mengenakan bunga pinjaman sebesar 3,4 persen.

Pemerintah negara komunis itu juga menuntut pembayaran utang pokok dan bunganya bisa dijamin oleh APBN Indonesia. Merespon hal itu, pemerintah Indonesia menawarkan alternatif penjaminan pinjaman dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).

Sementara untuk masalah bunga, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, juga mengaku gagal melakukan negosiasi dengan pemerintah Tiongkok.

Sebagai informasi saja, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun.

Baca juga: Polemik KCJB: Molor dan Biaya Bengkak, Kini Terjebak Bunga 3,4 Persen

Angka tersebut merupakan hasil audit setiap negara yang kemudian disepakati kedua negara. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 108,14 triliun.

Nilai setelah pembengkakan ini sejatinya jauh melampaui investasi dari proposal Jepang melalui JICA yang memberikan tawararan proyek KCJB sebesar 6,2 miliar dollar AS dengan bunga 0,1 persen.

Alasan pilih China

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 2 Oktober 2015, Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut Pemerintah Indonesia mantap memilih China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah.

Sebaliknya, Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) meminta Pemerintah Indonesia untuk menjamin proyek tersebut. Sebab, menurut Jepang, secara realistis pengerjaan kereta cepat sangat sulit apabila menggunakan skema murni business to business (b to b).

Baca juga: Pernah Dilawan Jonan, Konsesi KCJB Kini Malah Diizinkan Jadi 80 Tahun

"Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal, kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah, kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi b to b karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.

Karena itu pula, kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakati untuk membuat joint venture agreement.

Yang diputuskan juga adalah ini konsorsium dari BUMN (dikerjakan BUMN tanpa APBN)," kata Rini Soemarno.

Adapun BUMN yang akan terlibat dalam konsorsium proyek kereta cepat meliputi PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, serta PT Perkebunan Nusantara VIII.

Sementara China juga membentuk konsorsium demi proyek yang akan menelan dana puluhan triliun itu (kini biayanya bengkak Rp 108,14 triliun). Tutur Rini, China Railway Corporation (CFC) akan memimpin konsorsium BUMN Tiongkok itu.

Baca juga: Bunga Utang China untuk KCJB Ternyata 3,4 Persen, Sebelumnya 2 Persen

"Skema pembiayaan kan sudah jelas. Mereka sudah tawarkan 40 tahun (tenor) dari CDB (China Development Bank), 10 tahun grace period, 30 tahun pengembalian, bunga 2 persen. Ini 2 persen fixed untuk 40 tahun untuk komponen dollar," kata dia.

Proposal Jepang ditolak

Sebelum datang tawaran dari China, Negeri Sakura itu menawarkan proposal pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung ke pemerintahan Jokowi melalui JICA.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com