Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Promosi Produk Halal dalam Persimpangan

Kompas.com - 17/04/2023, 06:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAMA bulan Ramadhan marak dibicarakan mengenai produk halal sesuai syariat Islam. Halal tidak hanya proses dan produk yang dikonsumsi sesuai syariat Islam, tetapi juga produk yang sehat, bermanfaat, dan berestetika.

Saat ini populasi Muslim global mengonsumsi makanan halal karena alasan ketaatan beragama. Sedangkan non-Muslim juga menikmati makanan halal karena pola hidup sehat.

Pasar halal telah menjadi fenomena global. Dalam 20 tahun mendatang, jumlah penduduk Muslim yang saat ini berjumlah sekitar 1,8 miliar atau 24 persen dari total penduduk dunia, diproyeksikan akan meningkat secara signifikan.

Total nilai pasar halal global mencapai 3,1 triliun dollar AS pada 2018 dan diperkirakan menjadi sekitar 5 triliun dollar AS pada 2030.

Ada lebih dari 210 juta Muslim yang tinggal di Indonesia. Isu tentang pengembangan makanan halal di Indonesia ini sangat penting. Pasar produk halal menjadi potensi penciptaan bisnis baru dalam perekonomian nasional.

Indonesia bersaing dengan negara tetangga dalam produksi makanan halal. Malaysia adalah negara dengan pasar makanan halal terbesar di dunia.

Brunei adalah negara mayoritas Muslim dan mengadopsi semua peredaran makanan dengan peraturan makanan halal melalui prinsip-prinsip syariah. Thailand dan Vietnam juga banyak menghasilkan produk pangan halal untuk ekspor.

Singapura sebagai pintu gerbang jutaan umat Islam di ASEAN berperan strategis dalam potensi peningkatan Industri halal di kawasan.

Belum lagi dengan China, Jepang, dan Korea yang mengklaim sebagai produsen produk halal utama dunia.

Pengembangan pasar halal membutuhkan dukungan peraturan pemerintah dan dukungan kepedulian publik, penelitian dan pengembangan, kualitas sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan, adopsi teknologi produksi, dan strategi pemasaran.

Namun, kredibilitas regulasi halal masih menjadi isu dan harmonisasi regulasi halal di antara anggota ASEAN menjadi tantangan terbesar bagi pengembangan halal di ASEAN.

Perdagangan makanan halal intra-ASEAN masih terhambat dengan sertifikasi halal di masing-masing negara.

ASEAN menyumbang sekitar 15 persen dari ekonomi halal global terutama didukung oleh Indonesia, yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

Indonesia, Malaysia, dan Brunei tampaknya menjadi pasar halal yang paling maju. Ketiga negara ini menempati peringkat teratas untuk masing-masing subsektor utama ekonomi halal global.

Negara-negara ASEAN lainnya relatif dalam perkembangan awal dan mulai menemukan pijakan mereka dalam ekonomi halal dengan meningkatkan fokus mereka pada ekspor halal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com