Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Gagal Bayar Utang AS, Kemenkeu: Pasar Keuangan Indonesia Masih Terjaga

Kompas.com - 23/05/2023, 12:42 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, dampak dari isu upaya menaikkan batas atas utang atau debt ceiling Amerika Serikat (AS) belum berdampak terhadap pasar keuangan global, termasuk Indonesia.

Pembahasan penghapusan debt ceiling Negeri Paman Sam memang tengah menjadi perhatian banyak pihak, sebab jika AS mengalami gagal bayar utang dampaknya diproyeksi dirasakan oleh banyak negara dunia.

Namun demikian, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto mengatakan, efek dari isu potensi gagal bayar utang AS belum dirasakan oleh pasar keuangan RI, sebab dinamika politik antara perumus kebijakan AS masih berlangsung.

"Sejauh ini kita belum melihat dampaknya yang signifikan terhadap pasar keuangan global, termasuk spill over kepada pasar SBN (Surat Berharga Negara) kita," ujar dia, dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (22/5/2023).

Baca juga: Tenggat Tinggal 2 Minggu, Amerika Serikat Dihantui Malapetaka Ekonomi Jika Gagal Bayar Utang

Terjaganya pasar keuangan nasional terefleksikan dari derasnya aliran modal asing masuk, di mana sampai dengan 21 Mei terjadi capital inflow sebesar Rp 60,65 triliun secara year to date (ytd) ke pasar SBN.

"Dengan demikian pasar SBN kita, sekali lagi cukup suporif didukung capital inflow di pasar SBN kita," kata Suminto.

Salah satu faktor yang mendorong tingginya minat investor masuk ke pasar keuangan nasional ialah kepercayaan terhadap pengelolaan ekonomi Indonesia.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebutkan, pemerintah terus berupaya menjaga perekonomian nasional dengan mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara efektif dan efisien.

Hal itu terefleksikan dari defisit anggaran yang akan terus ditekan, di mana pada tahun depan defisit anggaran direncanakan berkisar 2,16 hingga 2,64 persen dari produk domestik bruto (PDB), atau setara dengan Rp 496,6 trilun hingga Rp 610,9 triliun.

"Sehingga ini memberikan kepercayaan yang sangat tinggi kepada pasar," katanya.

Dengan upaya penurunan defisit tersebut, pemerintah kemudian mampu menekan pembiayaan, sehingga rasio utang terhadap PDB dapat terus diminimalisir.

"AS itu sekarang debt to GDP ratio sudah di atas 120 persen. Di Indonesia tahun lalu 39 persen, dan dengan tata kelola APBN yang terus kredibel, kita siapkan ini akan terus menurun bahkan ke 38 persen," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan AS Janet Yellen kembali menegaskan, rentang waktu AS untuk dapat menaikkan batas utang pada 1 Juni merupakan tenggat yang sulit.

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Alasan Pemerintah Tarik Utang Baru Rp 243,9 Triliun

Adapun, tenggat yang ditetapkan Yellen tersebut tinggal kurang dari dua minggu lagi.

“Saya menunjukkan dalam surat terakhir saya kepada Kongres, kami berharap membayar semua tagihan kami pada awal Juni dan mungkin paling cepat 1 Juni. Saya akan terus update Kongres, tetapi saya pasti belum mengubah penilaian saya. Jadi saya pikir itu adalah tenggat waktu yang sulit,” kata Yellen dikutip dari CNN.

Sementara itu, Presiden AS Joe Biden menyampaikan alotnya keadaan negosiasi selama sisa waktu ini.

Yellen sendiri menekankan, Amerika Serikat selalu membayar utang tepat waktu sejak tahun 1789.

"Itulah yang dunia ingin lihat komitmen berkelanjutan untuk melakukan itu. Hal itulah yang mendasari sekuritas US Treasury sebagai investasi teraman di planet ini," imbuh dia.

Baca juga: Pemerintah Turunkan Target Rasio Utang terhadap PDB ke Kisaran 38 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com