Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tanya-tanya Pajak di Kompas.com
Konsultasi dan Update Pajak

Tanya-tanya Pajak merupakan wadah bagi Sahabat Kompas.com bertanya (konsultasi) dan memperbarui (update) informasi seputar kebijakan dan praktik perpajakan.

Paling Lambat 31 Desember 2026, Pengadilan Pajak Harus Sepenuhnya di Bawah MA

Kompas.com - 29/05/2023, 21:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
 

MAHKAMAH Konstitusi (MK), dalam putusannya menyatakan, pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak tidak akan lagi ada di Kementerian Keuangan.

Pembinaan-pembinaan ini harus telah diserahkan ke Mahkamah Agung (MA) selambat-lambatnya pada 31 Desember 2026.

Perubahan tersebut tertuang dalam putusan perkara MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Kamis (25/5/2023), dengan majelis yang diketuai Anwar Usman. Perkara ini menguji konstitusionalitas Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Sebelumnya, hanya pembinaan terkait teknis peradilan Pengadilan Pajak yang berada di bawah MA. Ini sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Pajak.

Adapun bunyi Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak adalah: 

"Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan."

Menurut majelis hakim MK, frasa "Departemen Keuangan" dalam pasal tersebut membuat kebebasan hakim pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak berkurang.

Karenanya, untuk menjaga marwahnya, Pengadilan Pajak diarahkan menjadi lembaga peradilan yang mandiri dalam sistem pengadilan satu atap (one roof system).

Baca juga: Pengadilan Pajak Mesti Berbenah

Perlakuan dalam putusan untuk Pengadilan Pajak ini sama dengan lembaga peradilan lain di Indonesia, yang baik pembinaan teknis peradilan maupun pembinaan organisasi, administrasi, dan finansialnya berada di bawah MA.

"Sudah seharusnya ada perlakuan yang sama untuk satu atap terhadap Pengadilan Pajak di mana pembinaan secara teknis yudisial maupun pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Mahkamah Agung, tanpa adanya campur tangan lembaga lain," demikian petikan pertimbangan MK dalam putusannya.

Dalam amar, majelis hakim MK menyatakan bunyi Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak setelah putusan ini berubah menjadi:

Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026”.

Tak ada political will

Perkara yang mempersoalkan konstitusional Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak ini diajukan oleh Nurhidayat, Allan Fatchan Gani Wardhana, dan Yuniar Riza Hakiki. Meskipun, dalam konklusi putusan, MK menyatakan Allan Fatchan Gani Wardhana tidak memiliki legal standing untuk gugatan ini.

Baca juga: Seluk Beluk Gugatan Pajak: Upaya Hukum Sengketa Administrasi Pajak

Dalam permohonannya, para penggugat antara lain menyertakan bukti naskah RUU Pengadilan Pajak yang draf awalnya menyatakan bahwa pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan yang ada di Kementerian Keuangan akan diserahkan secara bertahap ke MA.

Tercakup pula di dalam permohonan penggugat, pandangan akhir fraksi-fraksi di DPR atas draf tersebut.

Menurut penggugat, Pengadilan Pajak saat ini sarat konflik kepentingan. Misal, ada banyak mantan Direktur Jenderal Pajak menjadi hakim di Pengadilan Pajak. Juga, Sekretariat Pengadilan Pajak merupakan satu bagian di Kementerian Keuangan.

Padahal, nyaris semua sengketa pajak—baik gugatan maupun banding—menempatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai tergugat atau terbanding. Gugatan pajak adalah sengketa terkait administrasi keputusan atau ketetapan perpajakan, sementara banding pajak menyoal substansi keputusan atau ketetapan perpajakan.

Baca juga: Lingkaran Setan di Ditjen Pajak Diungkap Yunus Husein: Kongkalikong Pegawai, Eks Pegawai, hingga Pengadilan Pajak

Disertakan pula sebagai bukti bahwa MK pernah memutus perkara lain yang menyatakan bahwa Pengadilan Pajak merupakan bagian dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berada di bawah MA. 

"Menurut para pemohon, hampir 21 tahun Pengadilan Pajak berdiri, hingga saat ini tidak ada political will dari pemerintah untuk menyerahkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung," bunyi salah satu poin pokok permohonan gugatan yang menjadi pertimbangan putusan majelis hakim MK. 

Baca juga: Tata Cara dan Prosedur Banding Perkara Pajak

Meski menerima gugatan terkait pengalihan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan dari Kementerian Keuangan ke MA, majelis hakim MK menolak gugatan untuk memerintahkan pembentukan UU baru atau perbaikan UU Pengadilan Pajak dalam waktu tiga tahun yang bila tidak dipenuhi akan membuat UU Nomor 14 Tahun 2002 dinyatakan inkonstitusional permanen.

Tautan salinan putusan MK.

Naskah: MUC/ASP, KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com