Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tanya-tanya Pajak di Kompas.com
Konsultasi dan Update Pajak

Tanya-tanya Pajak merupakan wadah bagi Sahabat Kompas.com bertanya (konsultasi) dan memperbarui (update) informasi seputar kebijakan dan praktik perpajakan.

Tata Cara dan Prosedur Banding Perkara Pajak

Kompas.com - 28/04/2023, 19:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

JIKA tidak setuju dengan putusan keberatan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, wajib pajak dapat menyanggah dan membuktikan ketidaksetujuannya melalui proses banding perkara pajak.

Upaya ini disebut juga sebagai upaya hukum pertama dalam proses penyelesaian sengketa perpajakan lewat pengadilan pajak.

Wajib Pajak memiliki hak untuk tidak setuju dengan setiap ketetapan yang dikeluarkan DJP yang dianggap tidak sesuai. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengajukan keberatan.

Ketika keberatan yang diajukan atas surat ketetapan pajak tersebut berakhir dengan penolakan, ada upaya hukum lanjutan yang bisa ditempuh wajib pajak, yaitu mengajukan banding ke Pengadilan Pajak ini.

Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan yang khusus memeriksa perkara sengketa di bidang perpajakan dan berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung.

Secara definisi, banding perkara pajak adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Permohonan banding tidak hanya berlaku atas ketetapan pajak, tetapi juga bisa dilakukan atas keputusan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (DJBC) Kementerian Keuangan ataupun Kantor Pajak Daerah.

Permohonan banding

Proses banding dimulai ketika wajib pajak mengajukan permohonan banding ke pengadilan pajak untuk surat ketetapan pajak (SKP) yang diterima dari DJP atas hasil penelitian keberatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan wajib pajak ketika mengajukan surat banding: 

Surat banding diajukan secara tertulis, dibuat dalam bahasa Indonesia, menggunakan kertas folio (F4), dan jenis huruf Bookman Old Style ukuran 11.

Surat banding dibuat dengan mengacu pada format yang ditetapkan di dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017 tentang Perubahan atas Surat Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-002/PP/2015 tentang Kelengkapan Administrasi Banding atau Gugatan.

Surat banding harus disertai alasan yang jelas dengan melampirkan salinan surat keputusan yang diajukan banding.

Surat banding diajukan maksimal tiga bulan sejak tanggal surat keputusan DJP dan pemerintah daerah terbit, atau maksimal 60 hari sejak tanggal surat keputusan DJBC terbit.

Jangka waktu pelunasan pajak terutang yang belum dibayar saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal terbit putusan banding.

Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan, tidak termasuk sebagai utang pajak.

Surat banding dan kelengkapan administrasinya diajukan kepada Pengadilan Pajak, baik secara langsung diserahkan ke Loket Penerimaan Surat maupun menggunakan jasa ekspedisi tercatat atau POS tercatat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com