Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
CIRCULAR ECONOMY

Kesehatan Vs Ramah Lingkungan, Pakar Komunikasi Bedah Strategi Branding di Industri AMDK

Kompas.com - 28/06/2023, 14:15 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Persaingan usaha di industri air minum dalam kemasan (AMDK) semakin ketat. Untuk menggaet dan menjaga loyalitas konsumen, masing-masing brand memiliki strategi yang berbeda.

Strategi tersebut menarik perhatian pakar komunikasi Akhmad Edhy Aruman. Saat berbicara di forum diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertajuk “Menyikapi Hoax dan Negative Campaign dalam Persaingan Bisnis AMDK” di Jakarta, Kamis (15/6/2023), Edhy membedah strategi branding tersebut.

“Salah satu brand penantang tampil dengan strategi jitu bermain dengan kemasan selalu baru, baik pada produk kemasan botol maupun galon. Sementara, brand lain memberi pesan yang tajam dan membuat konsumen fokus pada produknya yang lebih murah dan tidak menimbulkan banyak sampah (karena menggunakan galon guna ulang)," ujar Edhy dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (21/6/2023).

Strategi tersebut, jelas Edhy, menjadi pembeda di antara brand AMDK. Karena menggunakan kemasan yang selalu baru, brand penantang pun berani memasarkan produk dengan harga di atas produk brand pemimpin pasar.

Edhy menilai, keberanian strategi dari brand penantang tersebut bukan tanpa perhitungan. Selain sebagai diferensiasi, pemakaian botol dan galon yang selalu baru juga mempertimbangkan aspek kesehatan.

Baca juga: Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta Desak Media Beritakan Bahaya BPA di Industri AMDK

Galon yang terbuat dari plastik polietilena tereftalat (PET) terbukti bebas dari Bisfenol A (BPA) yang berbahaya bagi kesehatan bila terpapar pada produk AMDK.

Sementara itu, galon guna ulang dibuat menggunakan plastik jenis polikarbonat. Plastik jenis ini, lanjut Edhy, berisiko memaparkan BPA ke air minum.

Belakangan, imbuhnya lagi, karena pertimbangan untuk memakai kemasan yang lebih sehat, brand lain pun menyusul. Di Bali dan Manado, misalnya, brand market leader ikut mengonversi kemasan galon polikarbonat ke galon PET.

“BPA memang dapat memperkuat kemasan plastik. Kalau plastik enggak mengandung unsur BPA, kemasan menjadi lembek. Hal yang jadi problem adalah adanya potensi peluruhan BPA pada galon polikarbonat bisa menimbulkan risiko kesehatan," kata Edhy.

Untuk diketahui, BPA merupakan senyawa kimia yang dapat memicu sejumlah penyakit, seperti kanker, gangguan hormonal ataupun kesuburan pada pria dan wanita, serta mengganggu tumbuh kembang janin ataupun anak.

Baca juga: Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta Kritik Praktik Iklan dan Kampanye Negatif di Industri AMDK

Adapun BPA sendiri jamak digunakan sebagai bahan baku produksi galon guna ulang. Senyawa ini diketahui mudah luruh dari kemasan galon sehingga rawan terminum oleh konsumen ke level melebihi ambang batas aman.

Edhy menjelaskan bahwa fakta itu membuat brand penantang mencoba menarik perhatian konsumen dengan menekankan aspek kesehatan produk. Pesan-pesan seperti air mineral yang lebih bersih, aman, dan sehat pada kemasan galon yang selalu baru ketimbang galon guna ulang pun dikomunikasikan.

Brand penantang juga aktif mengedukasi masyarakat terkait bahaya paparan BPA yang bisa terjadi pada kemasan yang terbuat dari bahan plastik polikarbonat.

"Di sisi lain, brand market leader fokus kampanye pada isu keberlanjutan dan ramah lingkungan, serta menekankan bahwa galon mereka dapat digunakan berulang kali sehingga mengurangi sampah plastik,” papar Edhy.

Munculkan iklan dan kampanye negatif

Lantaran persaingan yang cukup ketat, lanjut Edhy, hal ini pun memicu iklan dan kampanye negatif di industri AMDK.

Baca juga: Jaga Komitmen Jadi Produk AMDK Berkualitas, Le Minerale Raih Penghargaan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com