Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pupuk Indonesia Siapkan Alternatif Bahan Baku Pupuk dari Timur Tengah

Kompas.com - 03/07/2023, 19:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

GIANYAR, KOMPAS.com - Perang Rusia-Ukraina yang terus berlanjut turut menganggu pemenuhan pasokan bahan baku pupuk di Indonesia. Oleh karena itu, sejumlah alternatif negara disiapkan untuk memastikan suplai impor bahan baku pupuk tercukupi.

Senior Executive Vice President Operasi Pemasaran Pupuk Indonesia, Gatoet Gembiro Nugroho mengatakan, saat ini pasokan bahan baku pembuatan pupuk sudah membaik, namun belum pulih sepenuhnya. Terlebih, sempat terjadi kenaikan harga bahan baku.

"Tidak 100 persen lancar seperti sebelumnya, kan harga pernah naik, jadi tinggi akibat perang. Sekarang belum kembali normal, tapi sudah melandai," ujarnya saat mengunjungi Kios Koperasi Krama Subak Lumbung Sari, Gianyar, Bali, Senin (3/7/2023).

Baca juga: Cegah Penyelundupan, Pupuk Indonesia Percanggih Sistem Penyaluran Pupuk Subsidi

Untuk mengantisipasi, kata dia, Pupuk Indonesia mencari sumber bahan baku dari negara lain yang tidak bermasalah, seperti di wilayah Timur Tengah. Termasuk pula membuka peluang mencari alternatif sumber bahan baku dari negara tetangga Asia lainnya.

"Kami mencari sumber lain. Kalau di sana (Rusia-Ukraina) masih bermasalah, kita cari sumber lain. Ada dari Mesir, Yordania, Maroko, bahkan negara tetangga juga ada, Vietnam, Laos, Myanmar," ungkap Gatoet.

"Cuma, kualitasnya agak berbeda dan mungkin volume mereka kecil, kalau kecil otomatis pasti (harga) lebih mahal, karena investasi lebih padat,” imbuh dia.

Baca juga: Penerapan Tebus Pupuk Bersubsidi Pakai iPubers Diperluas ke Sumut dan Jatim

Gatoet menambahkan, alasan suplai bahan baku impor pupuk belum lancar karena dipicu kekhawatiran jalur distribusi via laut yang masih cenderung tinggi.

Kondisi itu mengakibatkan volume impor bahan baku pupuk dari Rusia maupun Ukraina cenderung menurun. Kendati begitu, ia tak bisa memastikan angka pasti penurunannya hingga berapa persen, sebab cenderung fluktuatif.

"Angkanya itu per bulan, per 3 bulan beda-beda. Jadi enggak bisa memastikan," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com