KOMPAS.com - Bengkaknya utang pemerintah dari tahun ke tahun di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu jadi topik panas. Perdebatan soal lonjakan utang semakin intens jelang tahun pemilu 2024.
Kenaikan utang pemerintah petahana memang kerap jadi amunisi bagi pihak pengkritik dan oposisi untuk menyudutkan rezim yang berkuasa saat ini.
Sebagaimana dikutip dari laman APBN KiTa edisi Juni 2023, utang pemerintah terbaru atau per Mei 2023 tercatat sebesar Rp 7.787 triliun. Jumlah utang negara ini bisa dibilang mengalami kenaikan pesat dari tahun ke tahun.
Dari periode pertama hingga menjelang berakhirnya periode kedua Presiden Jokowi, utang pemerintah sudah bertambah sebesar Rp 5.179 triliun.
Baca juga: JK Bilang Pemerintah Bayar Utang Rp 1.000 Triliun, yang Benar Rp 902 Triliun
Apabila dirunut ke belakang, di akhir tahun 2014 atau masa peralihan dari pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuju pemerintahan Presiden Jokowi, jumlah utang pemerintah masih tercatat sebesar Rp 2.608.78 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 24,7 persen.
Utang pemerintah di era Presiden Jokowi memang terus mengalami kenaikan, baik di periode pertama maupun periode kedua pemerintahannya. Artinya lonjakan utang memang sudah terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19.
Contohnya di 2015 atau setahun penuh pertamanya menjabat sebagai Presiden RI, utang pemerintah di era Presiden Jokowi sudah melonjak menjadi Rp 3.089 triliun dengan rasio utang terhadap PDB juga melesat sebesar 27 persen.
Sementara itu pada Januari 2017, utang pemerintah sudah kembali mengalami lonjakan menjadi sebesar Rp 3.549 triliun. Saat itu, rasio utang terhadap PDB yakni 28 persen.
Baca juga: Balas Sindiran Menteri Doyan Utang, Sri Mulyani: Anda Ketinggalan Kereta Jauh Banget
Utang pemerintah sepanjang tahun 2017 ini terus meningkat pesat. Pada akhir 2017, utang pemerintah menembus Rp 3.938 triliun. Rasio terhadap PDB juga menanjak menjadi 29,2 persen.
Berikut catatan total utang pemerintah sepanjang tahun 2014-2022 dirangkum dari data APBN KiTa Kementerian Keuangan dan Litbang Harian Kompas:
Di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, utang pemerintah juga cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Namun apabila dibandingkan dengan era Jokowi, persentase kenaikannya relatif jauh lebih kecil.
Selain itu, keberhasilan pemerintah SBY dalam pengelolaan utang negara adalah rasionya yang terus mengalami penurunan dalam dua periode pemerintahannya.
Baca juga: Dilema Utang Pemerintah
Pencapaian penurunan rasio utang terhadap PDB ini bertolak belakangan dengan pemerintahan di era Presiden Jokowi yang trennya terus mendekati batas yang diperbolehkan UU.
Dalam ketentuan UU Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003, batas rasio utang terhadap PDB adalah sebesar 60 persen.
Artinya, jika melebihi batas tersebut maka Indonesia berpotensi terjerembab pada sebuah kondisi yang disebut jebakan utang, yakni ketika sebuah negara tidak lagi sanggup membayar utang sehingga harus membayarnya dengan menambah utang baru.
Dikutip dari laman DJPPR Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah pada 2007 atau periode pertama pemerintahan Presiden SBY tercatat sebesar Rp 1.389,41 triliun.
Hingga tahun 2009 atau tahun terakhir periode pertama Presiden SBY, jumlah utang pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 1.590,66 triliun.
Baca juga: Utang Pemerintah Kembali Turun, Ini Penyebabnya
Berikutnya masuk di periode kedua rezim Presiden SBY atau tahun 2010, utang pemerintah pusat menurut Kementerian Keuangan yakni sebesar Rp 1.676,85 triliun.
Hingga tahun 2014 atau masa berakhirnya periode kedua pemerintahan SBY, jumlah utang pemerintah yakni sebesar Rp 2.608.78 triliun. Sisa utang negara inilah yang kemudian diwariskan SBY ke era Presiden Jokowi.
Berikut rincian utang pemerintah SBY dari tahun ke tahun:
Baca juga: Sri Mulyani Jawab Keraguan DPD soal Kemampuan Bayar Utang Pemerintah
Presiden SBY melanjutkan tren penurunan rasio utang pemerintah sebelumnya, yang sempat naik tajam pada akhir Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Betapa tidak, rasio utang pemerintah terhadap PDB mencapai 58 persen pada tahun 1998. Angka tersebut naik 20 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 38 persen pada 1997.
Pada 1999, grafik lonjakan rasio utang pemerintah masih terjadi yang menunjukkan titik 85 persen terhadap PDB. Puncak rasio utang pemerintah terhadap PDB paling tinggi sepanjang sejarah tercatat pada 2000, dengan angka 89 persen.
Meski begitu, sejak titik puncak rasio utang tertinggi itu, tahun-tahun berikutnya rasio utang pemerintah Indonesia terus mengalami penurunan yang juga dilanjutkan pada era Presiden SBY.
Pada tahun 2004, rasio utang terhadap PDB tercatat sebesar 57 persen, yang kemudian turun 10 poin ke angka 47 persen di tahun 2005.
Baca juga: Utang Pemerintah Terus Bertambah, JK: Jangan Berfoya-foya
Setahun berselang, di tahun 2006 rasio utang era SBY kembali turun menjadi 39 persen per DDB dan terus terpangkas ke angka 33 persen di tahun 2007.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB memasuki level psikologis baru di tahun 2008 ketika mencatatkan angka 28,3 persen. Pun demikian tahun berikutnya, pada 2009 rasio utang pemerintah tercatat sebesar 26,1 persen.
Rasio utang era SBY di periode kedua sejak tahun 2010 hingga 2014 juga masih terjaga tren penurunannya, kecuali terjadi sekali kenaikan yang tidak signifikan dan masih bertahan di bawah 25 persen.
Pada 2010 misalnya, rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26,1 persen. Tahun berikutnya, pada 2011 angkanya turun menjadi 24,4 persen dan mencapai titik terendah pada 2012 yakni sebesar 23 persen.
Kenaikan rasio utang era SBY baru terjadi pada tahun 2013 yakni menjadi 24,9 persen dan kembali turun di angka 24,74 persen pada tahun 2014.
Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Ironi di Balik Utang Pemerintah ke Jusuf Hamka
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.