Oleh: Frangky Selamat*
MAHASISWA di bangku perguruan tinggi yang mempelajari marketing (manajemen pemasaran) sesuai buku teks, jangan terlalu banyak berharap akan menemukan kesesuaian praktik seperti yang mereka pelajari jika berkarya di UKM.
Pertemuan dengan sejumlah UKM dari berbagai daerah di Indonesia mengungkapkan hal itu.
Umumnya mereka beranggapan bahwa dengan melakukan usaha penjualan telah menerapkan pemasaran. Dengan berpromosi, maka pemasaran juga telah dijalankan.
Penerapan pemasaran dalam cakupan yang sempit memang praktik yang lazim. Tidak sesuai dengan konsep pemasaran itu sendiri yang menurut Kotler & Armstrong (2021) adalah kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang bergantung pada pemahaman kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan menyampaikan kepuasan yang diinginkan lebih baik daripada pesaing.
Konsep pemasaran meyakini bahwa keberhasilan usaha berawal dari bagaimana pemasar dapat memuaskan pasar sasaran lebih baik daripada pesaing. Untuk itu, konsumen harus dipahami dan dipenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Secara konsep, penjualan adalah bagian dari pemasaran, namun pemasaran tidak melulu hanya bicara tentang penjualan apalagi sekadar promosi.
Pemahaman dan praktik yang berkecenderungan salah kaprah ini terjadi bukan tanpa sebab. UKM menjalankan perencanaan pemasaran dengan cara yang informal.
Gaya pemasaran UKM disebut lebih sederhana dan tidak tetap, berdasarkan intuisi dengan sedikit atau tanpa struktur formal (Hill dan Wright, 2000). Perencanaan pemasaran yang formal ditolak dengan sejumlah alasan.
Pertama, UKM cenderung untuk fokus bertahan dalam jangka pendek daripada pertumbuhan jangka panjang (Barrett & Sexton, 2006).
Argumentasi ini didukung oleh fakta bahwa UKM fokus pada perencanaan keuangan (financial planning) daripada perencanaan pemasaran, sebagaimana hambatan likuiditas membuat perusahaan keluar dari bisnis.
Dengan fokus pada perencanaan keuangan, aktivitas penjualan menjadi pusat perhatian karena berkaitan langsung dengan arus kas masuk.
Penelitian di sejumlah negara maju memperlihatkan bahwa hanya sepertiga dari UKM yang memiliki rencana pemasaran formal.
Kedua, kriteria perencanaan pemasaran seperti kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan atau return for customer, sulit untuk diukur dan membutuhkan pemasar yang berpengalaman untuk menjalankan perencanaan itu. UKM tidak memiliki keahlian untuk aktivitas tersebut.
Ketiga, pemilik UKM tidak merasa dirinya sebagai pemasar. Urusan pemasaran adalah untuk pemasar handal.
Selain itu pemahaman terbatas tentang praktik pemasaran yang sesuai masih menjadi hambatan utama.