Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kisah Pengusaha Nata De Coco dari Riau yang Raup Laba Bersih Rp 26 Juta Per Bulan

Kompas.com - 31/07/2023, 16:15 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badrun, pengrajin nata de coco asal Tembilahan Kota, Kecamatan Tembihalan, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, berhasil mengantongi laba bersih tidak kurang dari Rp 26 juta per bulan. 

Dengan keuletan dan ketekunannya, Badrun berhasil mengembangkan olahan air kelapa menjadi nata de coco

Dia menjelaskan, usaha pengolahan dan hilirisasi air kelapa tersebut dimulai sejak 20 Desember 2004 dan diberi brand Selalu Jujur (Salju). 

“Saat ini banyak produk sejenis yang bermunculan di pasaran, tetapi untuk di pasaran lokal nata de coco Salju tetap bisa bertahan dan mempunyai pangsa pasar tersendiri khususnya,” katanya dalam siaran pers, Senin (31/7/2023).

Dia mengatakan itu menerima kunjungan dari Tim Percepatan Hilirisasi Kelapa Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang didampingi Tim Teknis Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), dan Tim Teknis Direktorat Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perdagangan (Kemendag) beberapa waktu lalu.

Baca juga: Apa Itu Nata de Coco, Fermentasi Kelapa dalam Tantangan MasterChef?

Badrun menyebutkan, produk Salju digemari di pasar-pasar tradisional dan kios-kios pedagang makanan dan minuman maupun kelontong di Tembilahan . 

“Dengan permintaan yang masih cukup tinggi, baik di pasar lokal maupun luar daerah, serta ketersediaan bahan baku yang melimpah, saya sedang memulai penambahan kapasitas produksi hingga mencapai 100 ton per bulan,” katanya. 

Untuk mendongkrak omset penjualan, Badrun juga memasarkan nata de coco siap saji di agen-agen penjualan online dengan brand Salju Coco Mandiri.

Badrun memaparkan, kondisi bahan baku kelapa yang melimpah membuka peluang sangat besar bagi usaha hilirisasi kelapa, khususnya nata de coco

Setiap hari, tidak kurang dari 2 ton air kelapa dikumpulkan dan ditampung dari para petani atau pedagang kelapa parut di pasar, kemudian diolah menjadi sekitar 1,5 ton nata de coco.

Baca juga: Kisah Nia, Dulu Ditolak Kerja karena Cacat, Kini Punya 42 Karyawan Usaha Nata De Coco

Selain itu, omset dari usaha tersebut ditopang dengan hasil penjualan dari nata de coco curah (atau tanpa merek) untuk memenuhi pesanan para produsen dari berbagai daerah, seperti Medan, Lampung, Jawa Tengah, dan lainnya. 

Dia menjelaskan, Salju menjual nata de coco curah dengan dua harga yang disesuaikan dengan berbagai bentuk, tipe dan ukuran yang dihasilkan.

Badrun menjelaskan, ukuran kotak-kotak besar nata de coco sekitar  1 centimeter (cm) x 2 cm x 1 cm dijual dengan harga Rp 1.800 per kilogram (kg), sedangkan untuk nata de coco lebih kecil dijual dengan harga Rp 2.800 kg. 

Kemudian, Salju juga memiliki produk nata de coco siap konsumsi dengan kemasan gelas 250 mililiter (ml), dikemas dalam kardus berisi 48 gelas, dan  dijual dengan harga Rp 18.000-Rp 20.000 per kardus. 

Adapun kita, Salju sudah mempekerjakan 15 orang untuk memproduksi nata de coco.

Baca juga: Pesan Jokowi kepada Petani Kelapa Genjah: Dirawat Ya, Nanti Saya Cek Lagi

"Permintaan nata de coco paling tinggi biasanya terjadi pada bulan Ramadhan sampai pelaksanaan hari raya Idul Fitrinya, serta pada hari-hari besar lainnya. 

Permintaan kian meningkat, untuk memenuhi permintaan pasar ke luar kota membutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung agar kapasitas produksi dapat tercukupi," jelasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 menyebutkan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, memiliki lahan kelapa dalam yang menghasilkan (TM) seluas 226.037 hektar (ha).

Lahan tersebut  memproduksi sebanyak 263.732 ton kopra atau setara dengan lebih kurang 1,5 miliar butir kelapa per tahun. 

Jika volume air kelapa dalam yang sudah masak fisiologis sekitar 300 ml per butir, air kelapa yang dihasilkan akan sebanyak 473,4 juta liter per tahun.

Baca juga: Usai Jokowi Resmi Cabut Larangan Ekspor CPO, Organisasi Petani Kelapa Sawit Minta Pembenahan Regulasi di BPDPKS

Data itu menyimpulkan bahwa bahwa bahan baku kelapa sangat melimpah karena kompetitor utama hanyalah kelapa segar. 

Sementara itu, hasil pengamatan menyebutkan, masih jarang orang berjualan kelapa segar di wilayah Sumatera, khususnya di Kabupaten Inhil.

Sebab, hampir semua petani di lahan kebun atau pekarangan memiliki tanaman kelapa. Hal ini membuat potensi usaha bisnis olahan kelapa cukup besar.

Kementan melalui Ditjen Perkebunan pun berupaya membina, mendorong, dan mendukung pelaku usaha perkebunan agar terus mengembangkan dan meningkatkan inovasi produk turunan kelapa.

Tujuannya adalah membuat produk kelapa makin kreatif, inovatif, bernilai tambah, berdaya saing, serta memiliki akses pasar global yang luas.

Baca juga: Petani Kelapa Sawit Bisa Transaksi Tandan Buah Segar lewat Aplikasi

Peremajaan kelapa

Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Andi Nur Alamsyah menyampaikan, sesuai tugas pokok dan fungsi Kementan, khususnya Ditjen Perkebunan, setiap tahun pihaknya mengalokasikan tidak kurang dari 500 ha peremajaan kelapa dalam di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

“Peremajaan itu dilakukan untuk menggantikan tanaman tua rusak atau tidak produktif,” terangnya.

Dengan begitu, ketersediaan bahan baku untuk hilirisasi kelapa di Indragiri Hilir terus melimpah dan bisa mensuplai wilayah lain.

Sekretaris Ditjen Perkebunan Heru Tri Widarto mengatakan, pihaknya mendukung upaya Bappenas mendorong mempercepat kegiatan hilirisasi kelapa di beberapa wilayah sentra produksi sesuai amanah Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

Heru menyebutkan, pada tahun 2023, Ditjen Perkebunan mengalokasikan kegiatan perluasan sebesar 100 ha dan peremajaan seluas 1.100 ha dengan paket bantuan benih unggul sebanyak total 121.000 batang, serta saprodi pendukung lainnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca juga: Kementan Optimistis Pengembangan Agro Eduwisata di Cianjur Berdampak Positif

Hal itu juga menjadi langkah Ditjen Perkebunan dalam mewujudkan corporate identity yang diluncurkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Bogor pada 2022, yaitu fokus, responsif, dan kolaboratif.

Heru mengataian, bisnis nata de coco tergolong manis di wilayah kabupaten berjuluk Hamparan Kelapa Dunia itu.

“Mudah-mudahan dapat menginspirasi generasi muda untuk terus mengembangkan komoditas perkebunan, termasuk mengolah atau menghasilkan produk turunan yang lebih kreatif inovatif bernilai tambah dan berdaya saing,” ujarnya. 

Dia juga berharap masyarakat dapat memanfaatkan peluang besar itu menjadi lahan usaha produktif.

“Selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani kelapa di sekitar lokasi, usaha ini secara tidak langsung akan membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah," harapnya.

Baca juga: Tingkatkan Standardisasi Produk Pertanian, Gubernur Riau Teken MoU dengan BSIP Kementan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com