JAKARTA, KOMPAS.com - Riset lembaga "think tank" Indonesia Financial Group (IFG) bernama IFG Progress menemukan ada minimal pendapatan agar masyarakat dapat mempertimbangkan kepemilikan produk asuransi.
Head of IFG Progress Reza Yamora Siregar mengatakan, asuransi masih dianggap sebagai produk yang terlalu mahal untuk pendapatan dalam besaran tertentu.
"Ketika pendapatan habis untuk kebutuhan sehari-hari, jangankan untuk asuransi, untuk saving kecil-lecilan saja kita tidak ada," kata dia dalam konfensi pers IFG International Conference 2023, Selasa (19/9/2023).
Ia menambahkan, hal tersebut membuat inklusi asuransi masih terbilang kecil di Indonesia.
Selain itu, inklusi asuransi juga dipengaruhi oleh edukasi dari orangtua di dalam keluarga.
Baca juga: Tiga Alasan Anak Perlu Beli Asuransi Kesehatan dan Jiwa untuk Orangtua
Di sisi lain Reza menemukan, laki-laki memiliki literasi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Namun, perempuan secara naluriah lebih merasa butuh dan mau masuk ke asuransi ketimbang laki-laki.
"Jadi banyak faktor (inklusi asuransi) ada gender-nya, income-nya. Jadi bisa saja barangnya kita kenal tapi belum mampu untuk belinya," ujar dia.
Dengan begitu Reza menerangkan, tingkat inklusi dan literasi kerap kali tidak tumbuh beriringan.
Adapun survei yang dilakukan IFG Progress tersebut tidak hanya berlaku untuk asuransi kesehatan atau jiwa saja, melainkan seluruh jenis asuransi.
"Kami ingin melihat kapan seseorang masuk ke asuransi, ternyata income menentukan," ucap dia.
Baca juga: IFG: Literasi Asuransi Harus Ditingkatkan agar Sebanding dengan Perbankan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.