KOMPAS.com - Juru Bicara (Jubir) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan, pemerintah terus melaksanakan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan atas pengujian formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang (UU Cipta Kerja) melalui putusan Nomor 54/PUU-XXI/2023, Senin (2/10/2023).
MK menyimpulkan, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Haryo mengatakan, dengan putusan MK itu, pemerintah akan melaksanakan UU Cipta Kerja untuk mendorong perluasan lapangan kerja melalui kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
“UU ini diharapkan meningkatkan ekosistem investasi, mempercepat proyek strategis nasional, meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, serta memperkuat perekonomian nasional dalam menghadapi situasi perekonomian global mendatang,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (3/10/2023).
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian itu memaparkan, putusan MK menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja secara formil tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Oleh karena itu, UU Cipta Kerja tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Putusan MK tersebut mempertimbangkan beberapa hal, yakni persetujuan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang dinilai tidak melanggar jangka waktu persetujuan atau tidak persetujuan DPR atas perpu yang diajukan presiden.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan dan Perubahannya.
Jangka waktu tersebut disesuaikan dengan karakteristik masing-masing perpu dan itikad baik (good faith) dari presiden untuk proses persetujuan DPR.
Lebih lanjut, pembentukan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 juga dinilai telah memenuhi persyaratan hal ihwal kegentingan memaksa.
Baca juga: Kebijakan Investasi RI Dipuji Kongres AS, Airlangga: UU Cipta Kerja Dorong Pemerataan Pembangunan
Adapun pembentukan Perpu merupakan kewenangan eksklusif presiden dengan memperhatikan syarat konstitusional.
Norma konstitusi memberikan pilihan hukum (diskresi), tetapi harus mendapatkan persetujuan DPR dalam rangka pelaksanaan check and balances.
Selanjutnya, Perpu Nomor 2 Tahun 2022 juga dinilai tidak melanggar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Pembentukan Perpu merupakan pilihan hukum kebijakan Presiden (presidential leadership legal policy).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.