KOMPAS.com - Presiden Repbulik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Untuk mewujudkan pembangunan tersebut, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena anggaran infrastruktur memiliki keterbatasan.
Pemerintah membutuhkan pembiayaan lain yang aman, kredibel, dan independen dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang di antaranya berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
"SBSN adalah satu bentuk surat berharga atau bentuk surat berharga yang harus ada proyek atau asetnya," ujar Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (3/10/2023).
Baca juga: Mengenal Apa Itu SBN, Jenis, dan Keuntungannya
Seperti diketahui, SBN merupakan sebagai salah satu sumber pembiayaan APBN yang sangat penting.
Penerbitan surat berharga tersebut juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, menyediakan instrumen pengelolaan likuiditas dan risiko bagi lembaga keuangan, serta menyediakan instrumen pengelolaan moneter bagi Bank Indonesia (BI).
Suahasil mengatakan, pengelolaan utang melalui SBN dan SBSN harus dilakukan secara hati-hati.
“Jatuh tempo utang serta kemampuan membayar menjadi pertimbangan utama sebelum utang direalisasikan. Dalam konteks negara, hal ini diperlukan agar kredibilitas anggaran tetap terjaga,” imbuhnya.
Baca juga: Gara-gara Minyak, APBN Arab Saudi Diprediksi Defisit Rp 327,5 Triliun
Selain sebagai pembiayaan APBN, SBSN juga digunakan secara langsung untuk pengelolaan proyek atau kegiatan kementerian atau lembaga (K/L).
Pembiayaan proyek pemerintah melalui SBSN meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, baik dari sisi nilai nominal maupun dari unit atau satuan kerja pemrakarsa proyek.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.