Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Defisit Anggaran Pemerintah AS yang Membengkak Jadi Alasan Dollar Menguat

Kompas.com - 24/10/2023, 17:10 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah kompak menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi utamanya dipicu oleh indeks dollar AS yang terus merangkak naik.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio N. Kacaribu mengatakan, depresiasi kurs rupiah tidak disebabkan oleh sentimen yang berasal dari dalam negeri.

"Tetapi dollar yang memang menguat," ujar dia, ditemui di Jakarta, Selasa (24/10/2023).

Menurutnya, dollar AS memang tengah menguat di tengah permintaan yang tinggi akan mata uang Negeri Paman Sam itu.

Baca juga: Menko Airlangga: Rupiah Bukannya Melemah, tapi Dollar AS yang Menguat

Salah satu pemicu tingginya permintaan dollar AS ialah "membengkaknya" defisit anggaran pemerintah AS.

Pemerintah AS mencatat, defisit anggaran mencapai 1,69 triliun dollar AS atau setara sekitar Rp 26.840 triliun untuk tahun fiskal 2023.

Dengan defisit yang melebar tersebut, kebutuhan pembiayaan melalui penerbitan utang pemerintah AS menjadi tinggi, dan mendorong pasar untuk masuk ke instrumen tersebut.

"Kenapa dollar menguat? Mereka sedang butuh membiayai defisitnya US, defisit US kan melebar sangat tajam," kata Febrio.

Berdasarkan data Investing, indeks dollar AS (DXY) berada dalam level yang relatif tinggi, yakni pada kisaran 105,50.

Baca juga: Jokowi Sebut Depresiasi Rupiah Masih Aman

Untuk merespons hal tersebut, Febrio bilang, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) menyiapkan dan mensinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter, sehingga depresiasi rupiah tidak mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional.

"Intinya kita ingin menjaga daya beli masyarakat karena inflasi memang terjaga, khususnya inflasi pangan kita harus waspadai sehingga fokus utama menjaga daya beli masyarakat," tuturnya.

Lebih lanjut Febrio bilang, dari sisi moneter BI sebenarnya sudah mengambil langkah pada pekan lalu dengan mengerek suku bunga acuannya ke level 6 persen.

Sementara itu, pemerintah menyiapkan sejumlah paket kebijakan, namun Febrio belum bisa merinci isi dari paket kebijakan tersebut.

"Kita sedang finalisasi (paket kebijakan)," ucap Febrio.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membocorkan, pemerintah akan memberikan insentif berupa pembebasan biaya administrasi dan pajak pertambahan nilai (PPN) sektor properti khususnya.

"Kita akan berikan insentif, belum kita putuskan masih ada rapat pada sore hari ini, akan memberikan insentif pada dunia properti," ujarnya, dalam acara BNI Investor Daily Summit 2023, di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Rupiah Melemah, Harga Barang Elektronik Alami Kenaikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com