BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan blibli.com

#IngatVOMO agar Tidak Jadi Korban Penipuan Berkedok Afiliator E-commerce

Kompas.com - 24/10/2023, 15:47 WIB
Hotria Mariana,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Iming-iming komisi menjanjikan yang ditawarkan oleh afiliator e-commerce kini dijadikan sebagai modus penipuan online. Untuk melancarkan aksi penipuan, pelaku biasanya membuat website atau akun media sosial palsu yang mengatasnamakan perusahaan e-commerce ternama.

Setelah itu, penipu menawarkan komisi besar kepada korban yang bersedia mempromosikan produk atau jasa mereka. Setelah korban menyetorkan sejumlah uang sebagai biaya pendaftaran atau biaya pelatihan, penipu akan menghilang tanpa jejak.

Informasi mengenai modus penipuan tersebut sempat jadi perbincangan di platform X (dulu Twitter). Pemilik akun X @nelafyz pernah membagikan utas terkait hal tersebut pada Kamis (10/8/2023).

Di utas itu, ia menceritakan awal mula ia masuk dalam grup afiliator palsu hingga mendapat teror karena tidak mau melakukan top-up.

Intinya tiati aja deh, kalau ada dikasih kerjaan gak jelas melakukan misi terus disuruh top up sekian juta dengan iming2 bonus lebih besar. JANGAN PERCAYA, DI AWAL DOANG, ENDINGNYA DUIT KALIAN GAK BAKAL BALIK. #moduspenipuan,” tulisnya.

Selain @nelafyz, akun @joonkijin juga membagikan kisah serupa. Dalam unggahannya, ia membagikan empat gambar tangkapan layar dari sebuah grup WhatsApp. Terlihat @joonkiji diundang tiba-tiba ke dalam grup tersebut.

Sementara itu, admin grup WhatsApp sedang membagikan persyaratan terkait sistem kerja afiliator. Namun, terdapat keganjilan dari hal tersebut, yakni permintaan untuk menyetorkan uang. Merasa aneh, @joonkijin merespons admin.

Mau dapet duit kok harus setor dulu sih, min? Wah fix nipu inimah,” tulis @joonkiji di grup tersebut.

Akan tetapi, admin grup tersebut malah menghapus pesannya. Pada unggahan di X, @joonkijin pun berpesan kepada warganet untuk berhati-hati dengan modus penipuan yang mengatasnamakan program afiliator.

Baca juga: Simak 5 Kiat Sukses Menjadi Affiliate Marketing Tanpa Modal

Temuan mengejutkan Vomoshop

Memahami modus penipuan berkedok afiliator e-commerce yang marak, Blibli meluncurkan simulasi belanja Vomoshop. Dari skema sedemikian rupa, Blibli mendapati banyak temuan menarik terkait tingkat literasi dan kewaspadaan masyarakat Indonesia dalam mengakses e-commerce.

Dalam simulasi ini, Vomoshop dikunjungi oleh 63.196 orang yang terdiri usia 18-65 tahun ke atas dan berasal dari Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi. Mereka awalnya tidak mengetahui bahwa vomoshop.com adalah situs eksperimen sosial.

Temuan pertama dari eksperimen itu adalah sebanyak 82 persen pengunjung Vomoshop asal Jakarta, Banten, dan Jawa Barat memutuskan untuk melakukan check-out pada produk yang dipilih. Dengan kata lain, 4 dari 5 masyarakat Indonesia berisiko tinggi terhadap penipuan online.

Temuan kedua adalah tingkat FOMO masyarakat melonjak hingga 80 persen ketika melihat produk yang sedang banting harga dan terdapat tambahan info “PROMO CUMA HARI INI SAJA!!!”. Contoh, laptop gaming yang dijual seharga Rp 8 juta dari harga asli Rp 29 juta.

Temuan ketiga adalah masih kurangnya kesadaran diri masyarakat dalam menjaga keamanan siber saat bertransaksi online. Hal ini terlihat dari 71 persen pengunjung Vomoshop tetap melakukan check-out, padahal pembayaran diarahkan transfer ke rekening pribadi.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penipuan online dapat menimpa siapa saja, termasuk orang yang dinilai tech-savvy.

Baca juga: Blibli Tingkatkan Performa Penjual di Jatim, dari Peralatan Masak hingga Hobi

Masih sedikit masyarakat yang waspada

Hasil eksperimen Vomoshop juga menyoroti pengunjung yang tidak tertarik melakukan check-out. Jumlahnya mencapai 18 persen, dengan 7 persen di antaranya tidak yakin soal orisinalitas produk, serta curiga terhadap toko dan harga yang ditawarkan.

Alasan lain pengunjung Vomoshop tidak melakukan check-out adalah karena produk yang ditawarkan bukan kebutuhan, uang belum terkumpul, tidak ada ketersediaan garansi retur, dan ingin membandingkan harga dengan platform lain.

Hal tersebut menandakan, masih ada harapan untuk meningkatkan tingkat literasi dan kewaspadaan masyarakat Indonesia dalam bertransaksi digital, seperti belanja online. Ini dapat terwujud jika berbagai pihak terus memberikan edukasi terkait hal tersebut secara kontinu.

Baca juga: FOMO Picu Konsumen Jadi Korban Kejahatan Siber, Blibli Kampanyekan VOMO sebagai Solusi

Diapresiasi banyak pihak

Inisiatif Blibli dalam mengedukasi pelanggan untuk melawan penipuan online menuai apresiasi dari beragam pihak. Salah satunya, dari Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kemenkominfo Septriana Tangkary.

Ia mengatakan, berdasarkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), skor literasi Indonesia pada 2022 sebesar 64,48 dari skala 1-100. Ini berarti, literasi digital Indonesia masih perlu ditingkatkan dan upaya Blibli sejalan dengan langkah pemerintah dalam memperkuat pilar-pilar literasi digital, salah satunya digital safety.

Hal serupa juga datang dari Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata Edit Prima. Ia menyampaikan bahwa Indonesia sedang menghadapi lonjakan kejahatan siber.

Edit pun mengimbau para pelaku industri untuk bersinergi dalam menangani dan meningkatkan edukasi publik terhadap bahaya kejahatan siber.

Sementara itu, Ketua Umum idEA Bima Laga menyebutkan bahwa pasar digital Indonesia masih sangat membutuhkan edukasi agar masyarakat bisa menjadi matang dan bijak saat melakukan transaksi secara daring.

Ia mengapresiasi Blibli atas inisiatif #IngatVOMO yang bertujuan membantu meningkatkan kesadaran para pelaku industri dan konsumen dalam memberantas penipuan online.

Baca juga: Blibli Digandeng Pemkab Bandung untuk Kurasi Produk IKM

Jangan FOMO, #IngatVOMO

Kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan program affiliate e-commerce mendorong orang untuk bergabung. Bahkan, beberapa orang merasa takut ketinggalan atau fear of missing out (FOMO) jika tidak memanfaatkan promo itu.

Karena mudah dan menjanjikan keuntungan, plus FOMO, seseorang pun cenderung tidak bisa berpikir secara rasional dan kurang waspada saat mendapat tawaran program affiliate. Kelemahan ini memberikan celah bagi oknum tidak bertanggung jawab untuk menipunya.

Oleh karena itu, penting untuk berhati-hati dan tidak terburu-buru mengikuti program affiliate e-commerce. Sebelum memulai, sebaiknya lakukan riset terlebih dahulu untuk memahami cara kerjanya dengan benar agar terhindar dari tawaran mencurigakan.

Agar terhindar dari penipuan mengatasnamakan program affiliate e-commerce sekaligus sebagai upaya menekan angka berbagai modus penipuan daring, Blibli meluncurkan panduan #IngatVOMO.

VOMO sendiri merupakan akronim dari Verifikasi, Observasi, Mudah akses info, dan Ofisial transfer dari rekening platform. Keempat hal ini bisa menjadi panduan masyarakat ketika tertarik atau ditawari menjadi afiliator.

Verifikasi sendiri adalah memastikan bahwa e-commerce yang dituju terkenal. Jika memiliki aplikasi, pastikan ratingnya di atas 4 di Google Play atau App Store. Sementara, bila memiliki situs web, pastikan koneksi alamatnya aman yang ditandai dengan penggunaan protokol internet aman (https://).

Observasi adalah memastikan e-commerce tersebut menyediakan produk lengkap dengan deskripsi yang jelas dan harga yang wajar. Selain itu, platform juga harus memiliki kebijakan purna jual yang jelas serta garansi retur.

Mudah akses info menekankan bahwa platform e-commerce yang aman dan tepercaya pasti menyediakan layanan pelanggan, serta kemudahan pemilihan dan pelacakan pengiriman pesanan.

Ofisial adalah memastikan segala transaksi hanya dilakukan lewat platform e-commerce, bukan rekening pribadi mitra seller.

Oleh karena itu selalu #IngatVOMO saat belanja online. Untuk simulasi lebih lanjut bisa klik tautan link ini www.vomoshop.com.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com