Banyak pihak berpendapat, pemilu 2024 nanti hasilnya sulit ditebak karena ketiga pasang capres-cawapres ternyata warna politiknya tak berbeda jauh. Ketiganya tak menunjukkan kontras warna politik yang jelas. Di ketiganya ada unsur nasionalis.
Ketidakpastian itu pasti akan diikuti sikap menunggu (wait and see) dari para pemilik uang yang biasanya akan memindahkan uang, khususnya valuta asing ke luar.
Mereka menunggu, apakah pelaksanaan pemilu berjalan lancar dan aman serta apakah nanti hasilnya sesuai harapan para pelaku pasar. Hal tersebut juga akan melemahkan nilai tukar rupiah.
Sumber inflasi lain pada tahun politik adalah pada pelaksanaan pemilu 2024. Dana APBN yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pemilu 2024 mencapai Rp 74 triliun. Belum lagi dana kampanye yang dikeluarkan tiap partai dan juga calon pemimpin.
Dana yang besar itu memang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun di sisi lain juga akan menyebabkan naiknya tingkat inflasi. Naiknya tingkat inflasi Indonesia tentu akan menyebabkan melemahnya nilai tukar.
Namun berbagai tekanan terhadap nilai tukar rupiah tersebut tampaknya sudah diantisipasi oleh Bank Indonesia (BI) dengan beberapa kebijakan.
Pertama, kebijakan untuk menaikkan bunga acuan (BI7DRR) dari 5,75 persen menjadi 6 persen. Kebijakan ini untuk mengantisipasi kalau nantinya the Fed menaikkan suku bunga acuannya yang akan menyebabkan pelarian modal asing dan melemahkan rupiah.
Kebijakan ini juga dimaksudkan meredam inflasi karena berbagai faktor yang disebutkan di atas.
Kedua, kebijakan memberikan insentif agar Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) disimpan di bank dan lembaga non-bank di Indonesia. Tujuan kebijakan ini untuk menambah cadangan devisa.
Dengan bertambahnya cadangan devisa, maka akan membuat nilai tukar rupiah menguat. Hasilnya meskipun belum optimal, tetapi sudah terlihat ada dana DHE SDA yang masuk ke Indonesia.
Ketiga, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial, yaitu memberikan potongan giro wajib minimum untuk sektor-sektor prioritas antara lain sektor yang melakukan hilirisasi pertambangan.
Hal ini dimaksudkan untuk menekan permintaan terhadap dollar AS karena dengan melakukan hilirisasi hasil tambang, maka Indonesia tidak perlu impor hasil tambang jadi.
Dengan tidak mengimpor, maka permintaan terhadap dollar AS dapat ditekan sehingga kurs dollar AS terhadap rupiah tidak mengalami apresiasi atau kurs rupiah tidak terdepresiasi terhadap dollar AS.
Keempat, dengan kebijakan menggunakan mata uang lokal untuk transaksi ekonomi (Local Currency Setlement) antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN yang sudah melakukan persetujuan dengan Indonesia.
Hal ini juga akan mengurangi permintaan terhadap dollar AS sehingga depresiasi rupiah terhadap dollar AS bisa dikurangi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.