Terminologi kelas menengah bertalian erat dengan pekerjaan layak, posisi di masyarakat, dan representasi gaya hidup tertentu.
Sehingga menjaga dan melindungi standar hidup kelas menengah menjadi keniscayaan. Dengan demikian, akses pekerjaan, finansial, kesehatan, pendidikan, pensiunan dan gaya hidup kelas menengah terpenuhi. Dengan perlahan kapabilitas mereka meningkat.
Kelas menengah merupakan konstituen politik yang berjumlah besar di Indonesia. Bahkan turut dianggap sebagai salah satu pilar demokrasi.
Salah satu ciri kelas menengah secara politik adalah mereka bergerak atas aspirasi, bukan ideologi. Sehingga, memahami dan mendengarkan aspirasi politik mereka adalah kunci untuk menghasilkan kebijakan yang sinergis dan partisipatif.
Seiring dengan meningkatnya akses pendidikan dan kapabilitas ekonomi yang dimiliki, aspirasi politik kelas menengah mengarah pada tuntutan hak dan layanan publik yang memadai.
Hak-hak sipil yang mengarah pada partisipasi aktif warga negara ini mestinya sudah menjadi kodrat pemerintah untuk melindungi. Layanan publik yang menjadi ruang hidup dan mobilisasi warga mutlak dipenuhi.
Ketidakmampuan negara dalam memahami aspirasi kelas menengah bakal berujung pada persekusi, intimidasi, bahkan kriminalisasi.
Respons penindakan hukum tidak akan menyelesaikan masalah, malah menghasilkan masalah baru. Oleh karena itu, pemerintah perlu membangun komunikasi aktif dua arah dengan tetap mendengar masukan dari warga kelas menengah.
Selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo terdapat kecenderungan kuat menuju race to the bottom, terutama lewat UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023.
Race to the bottom merupakan fenomena perlombaan antarnegara untuk menurunkan standar sosial, lingkungan, atau ekonomi guna menarik investasi dan bisnis.
Tentu, penerima manfaat terbesar adalah kalangan atas para pemilik modal atau perusahaan multinasional, dan imbas negatifnya mengarah ke kelas menengah ke bawah.
Gejolak race to the bottom bakal memangkas akses dan kapabilitas kelas menengah ke bawah. Upah murah dan relaksasi perlindungan pekerja bakal menghambat kesejahteraan kelas menengah.
Belum lagi, masalah degradasi lingkungan dan insentif pajak bagi perusahaan yang mengurangi penerimaan negara tentu berimbas pada redistribusi kekayaan.
Pola pelimpahan tanggung jawab dan kedaulatan negara ke pasar tidak akan mengangkat derajat dan harkat kelas menengah naik. Oleh karena itu, pemerintahan kini dan mendatang perlu mempertimbangkan untuk mengubah arah kebijakan menuju race to the top.
Kebijakan yang mengarah pada race to the top tentu melibatkan kesadaran, komitmen, dan realisasi dari berbagai pihak. Mulai pemerintah, swasta hingga masyarakat Indonesia sebagai penggeraknya.