Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Kripto, Aset Blockchain Berisiko Tinggi dan Risiko Dibaliknya

Kompas.com - 23/12/2023, 10:30 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pasar modal dan akademisi Hans Kwee mengungkapkan, aset kripto merupakan investasi atau produk yang global tidak hanya diperdagangkan di Indonesia. Trend jual beli kripto juga terjadi secara global.

Hans menilai, aset kripto merupakan produk investasi yang menarik. Menurut dia, aset kripto saat ini sudah menjadi kelas aset yang dipertimbangkan oleh banyak institusi global. Dia bilang, setiap kelas aset memiliki risiko, tidak ubahnya dengan saham.

“Seperti misalnya saham, yang mana setelah go public bisnisnya bisa saja gagal, ada juga yang datang dari niat mencari modal dengan tujuan kurang baik,” ungkap Hans secara virtual, Jumat (22/11/2023).

“Sama juga seperti aset kripto yang berkembang pesat, ada yang gagal, ada yang penipuan. Investor harus memahami bahwa aset ini ada yang berisiko relatif lebih tinggi, ada juga yang enggak,” ungkap dia.

Baca juga: Volume Perdagangan Anjlok 224 Persen, Bagaimana Prospek Aset Kripto?

Hans mengatakan, investor pada dasarnya menyukai aset yang berisiko, dan spekulatif. Dia bilang, ketika membeli aset yang tidak berkembang atau tidak bergerak, investor kurang menyukainya.

“Tapi sebenarnya investor itu suka dengan risiko dan suka dengan sesuatu yang bersifat spekulatif. Kalau aset yang tidak berkembang, atau tidak ada volatilitas itu akan menjadi masalah, dan kalau ada volatilitas investor akan senang,” jelas dia.

Hans mengatakan, untuk investasi jangka pendek, investor bisa berinvestasi pada deposito, dan kalau ada uang nganggur, investor bisa berinvestasi pada aset yang berisiko, seperti kripto misalnya.

Hans mengatakan, kedepannya investasi kripto akan memiliki ekosistem yang mirip dengna industri keuangan, secara keseluruhan. Tapi, Hans menekankan bagi kamu yang ingin membeli kripto harus memahami seperti apa proyek di belakangnya, seperti misalnya underlying-nya.

Baca juga: Jumlah Investor Kripto di Indonesia Masuk 7 Besar Dunia

Sementara itu, Business Development Advisor BEI Poltak Hotradero mengatakan, perdagangan aset kripto membutuhkan aturan hukum untuk melindungi investor.

Dia mengatakan, membeli kripto berbeda dengan membeli saham. Jika membeli saham perlu memahami mengenai fundamental, seperti membaca dan memahami laporan keuangan misalnya.

“Kalau saya mau beli kripto, saya harus baca apa? Kan kalau saham itu kita bisa baca laporan keuangannya. Kalau saya beli ORI atau Obligasi Negara Ritel kita kan baca soal APBN, atau data inflasi,” jelas Poltak.

Baca juga: 4 Narasi Penting Pasar Kripto Tahun 2024, Apa Saja?

Di sisi lain dia menilai kripto dan saham berbeda dimana kalau peluncurann aset kripto berlandaskan white paper saja, sementara IPO memiliki dokumen yang lengkap, termasuk kekuatan hukumnya hingga underwriternya.

“Kalau Initial coin offering (Penawaran koin perdana) modalnya hanya white paper, selesai ICO bisa enggak dicari siapa yang bikin (kripto), dan kalau enggak tercapai bisa enggak ada tuntutan hukumnya,” tambah dia.

“Sistem keuangan itu masalah trust dan itu dilindungi secara hukum dan peraturannya untuk IPO, kita juga ada aturan dan hukum untuk melindungi masyarakat,” tegas dia.

Baca juga: Binance Terjerat Kasus Pencucian Uang, Investor Kripto Diminta Hati-hati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com