STATE of the Global Islamic Economy (SGIE) Report adalah laporan yang dikeluarkan oleh DinarStandard, lembaga kajian internasional yang fokus pada ekonomi syariah.
Salah satu faktor pendukung agar peringkat Indonesia tinggi di sektor industri halal adalah partisipasi dari segenap lapisan masyarakat.
Namun, kira-kira untuk menjadikan peringkat SGIER kita tinggi, apakah masyarakat harus keluar uang lebih banyak? Ayo kita telaah bersama.
Secara umum, peringkat yang diumumkan baru-baru ini cukup menggembirakan karena Indonesia berada di posisi ketiga, naik dari posisi keempat dibanding tahun lalu. Namun, tetap saja tidak nomor pertama.
Kekuatan dalam sektor apa yang tidak dimiliki Indonesia? Berikut sektor yang dikaji beserta peringkatnya:
Kecewa dengan peringkatnya? Mau protes? Yang jelas DinarStandard mengutarakan bahwa peringkat tersebut berdasarkan metodologi yang sudah diuji coba.
Adapun metodologi yang dipakai adalah penggabungan pendekatan top-down dan bottom-up, antara lain:
Berdasar pendekatan pemeringkatan di atas, jelas ada kaitannya dengan belanja masyarakat.
Mengutip Buletin Insight Edisi 15 KNEKS, Indonesia membelanjakan 214 miliar dollar AS untuk produk halal atau mencapai 10 persen dari nilai total produk halal dunia pada 2018 yang tercatat sebesar 2,1 triliun dollar AS.
Selanjutnya, laporan Global Islamic Economic Report (GIER) 2022 menyatakan bahwa konsumsi Muslim dunia pada sektor industri halal diproyeksikan akan mencapai 2,8 triliun dollar AS pada 2025.
Dengan demikian, diperlukan penguatan beberapa hal agar dapat meningkatkan peringkat Indonesia dalam SGIE Report, sebagai berikut:
Pertama, diperlukan literasi gaya hidup halal yang lebih strategis. Misalnya, melalui pendekatan perencanaan keuangan syariah, belanja masyarakat Muslim dapat diarahkan supaya berorientasi pada produk dan jasa di sektor halal saja.
Hal ini berdasarkan perintah Allah SWT (lihat QS Al-Baqarah (2): 168) kepada seluruh umat manusia untuk mengkonsumsi apapun yang halal dan thayib saja.
Dalam tafsir ayat, disebutkan konsumsi yang halal dan thayib bukan hanya makanan, tapi semua hal seperti hasil transaksi keuangan.
Kedua, kodifikasi atau penamaan produk dan jasa halal baik di pasar lokal maupun luar negeri harus diarahkan secara seragam oleh pemerintah supaya dapat terdeteksi dalam data penelitian dan data perdagangan.