Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Pelajaran dari Kebakaran Smelter Morowali: Keselamatan Kerja Nomor Satu

Kompas.com - 04/01/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEBAKARAN pada tungku Smelter PT. Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Morowali, Sulawesi Tengah yang terjadi belum lama ini, menorehkan preseden buruk pada kawasan khusus industri di Indonesia dan sepak terjang investor China di Morowali yang memang acapkali menjadi pembicaraan publik selama ini.

Sampai hari ini, tak kurang dari 20 pekerja yang meninggal dan beberapa orang lainnya mengalami luka bakar.

Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menegaskan akan segera melakukan gelar perkara dan menetapkan tersangka kasus ledakan tungku smelter itu. Hal itu akan dilakukan setelah polisi memeriksa 28 saksi.

Menurut Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho, langkah itu diambil karena diduga, kebakaran tersebut bisa terjadi akibat ada pelanggaran prosedur standar operasional (SOP).

Pelanggaran tersebut mulai dari sisi petugas, metode, sampai keputusan yang seharusnya diambil oleh pemangku kewenangan.

Menurut data dari Trend Asia, tak kurang dari 19 kecelakaan telah terjadi di smelter nikel di seluruh Indonesia.

Sepanjang 2015 hingga 2022, Trend Asia mencatat 53 orang pekerja smelter menjadi korban jiwa dalam kecelakaan kerja di industri nikel. Sebanyak 40 orang merupakan tenaga kerja Indonesia, sedangkan 13 lainnya merupakan tenaga kerja asing atau TKA China.

Tentu dari data tersebut, kecelakaan berupa kebakaran kali ini nampaknya merupakan yang terbesar, baik dari sisi kebakarannya maupun dari sisi korban.

Karena itu, kebakaran kali ini harus benar-benar menjadi perhatian semua pihak, mulai dari perusahaan smelter terkait, pengelola kawasan khusus industri, sampai pada pemerintah pusat.

Diperlukan evaluasi secara menyeluruh terkait regulasi keamanan dan keselamatan kerja, regulasi investasi di kawasan khusus industri, pengawasan internal dan eksternal, peran pengelola kawasan industri dalam memastikan implementasi standar keselamatan kerja, bahkan jika diperlukan, evaluasi atas strategi menggaet investasi via pendirian kawasan khusus industri.

Evaluasi menyeluruh tersebut sangat mendesak sifatnya, agar peristiwa yang sama tidak terulang lagi pada masa depan di satu sisi dan pemerintah bisa lebih aktif dalam melakukan pengawasan pascainvestor berinvestasi di sisi lain.

Bahkan, akan sangat baik jika pemerintah segera membentuk tim evaluasi yang anggotanya berasal dari berbagai stakeholder, agar duduk perkaranya bisa lebih jelas dan langkah-langkah perbaikan bisa segera diambil.

Tim evaluasinya bisa segera bekerja, tanpa harus menunggu pihak kepolisian melakukan investigasi pidana terlebih dahulu. Karena, kedua proses bisa berjalan secara paralel.

Apalagi, target dan tujuannya toh tidak sama. Pihak kepolisian berurusan dengan urusan pelanggaran pidana, sementara tim evaluasi berurusan dengan urusan rencana kebijakan untuk barbagai perbaikan masa mendatang.

Pertama, evaluasi dari sisi keselamatan kerja akan terkait dengan praktik pengawasan keselamatan kerja secara teknis. Apakah selama ini perusahaan-perusahaan pengelola smelter telah menerapkan standar keselamatan yang sesuai dengan ketentuan.

Apakah kejadian tersebut terjadi karena kelemahan ketentuan keselamatan kerja yang sudah ada, baik dari sisi teknis maupun substantif alias apakah ketentuan yang ada memang kurang komprehensif dalam mengatur keselamatan kerja.

Atau justru terjadi karena implementasinya oleh perusahaan pengelola yang masih disepelekan, bahkan ugal-ugalan.

Implementasi ugal-ugalan bisa terjadi, misalnya, karena SDM yang direkruit sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi untuk bekerja di bagian terkait, atau justru karena perusahaan dan SDM terkait lalai dalam menjalankan beberapa prosedur keselamatan kerja yang sebenarnya telah ada dalam aturan keselamatan kerja.

Kelalaian dalam menjalankan regulasi keselamatan kerja akan menjadi domain tim evaluasi sekaligus pihak kepolisian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com