Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Pelajaran dari Kebakaran Smelter Morowali: Keselamatan Kerja Nomor Satu

Kompas.com - 04/01/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh harus dilakukan segera oleh pemerintah, baik untuk membenahi regulasi teknis tentang keselamatan kerja agar tidak ada lagi peristiwa yang sama pada masa mendatang di satu sisi, maupun untuk memastikan agar semua pihak yang terkait dengan industri di kawasan khusus industri "aware" dengan perannya masing-masing dalam menjamin terimplementasinya standar keselamatan kerja di perusahaan smelter.

Keseriusan pemerintah dalam mengevaluasi masalah ini sangat menentukan dalam perbaikan implementasi prosedur keselamatan kerja di kawasan khusus industri pada masa mendatang, pun sangat ditunggu-tunggu oleh publik.

Selama ini, pemerintah cenderung reaktif terhadap kasus serupa di mana pemerintah bergerak di saat ada kasus terjadi, lalu seiring berjalan waktu di tengah jalan masuk angin.

Tak jelas perbaikan dan pembenahan yang dilakukan, seolah-olah pemerintah secara terbuka menunjukkan keberpihakan kepada pihak investor termasuk di Morowali.

Padahal pembenahan di satu sisi dan ketegasan pemerintah di sisi lain sangat diperlukan untuk membuktikan bahwa pemerintah tidak tunduk kepada investor dari negara tertentu.

Dan pihak investor tidak boleh suka-suka dalam menjalankan investasinya karena menganggap enteng pemerintah Indonesia.

Secara teknis pengawasan kawasan Smelter berbeda dengan pengawasan tambang, kecuali kalau Smelter itu menjadi bagian dari tambang.

Jika unit pengolahan dan pemurnian mineral berdiri sendiri dan terpisah dari tambang, terutama jika menjadi kawasan industri sendiri seperti yang ada di Morowali, maka secara regulasi pengawasannya berada di bawah Kementerian Perindustrian.

Namun nampaknya dari sisi organisasi pemerintah yang terkait dengan urusan kawasan khusus industri, kompetensi para pengawas untuk menangani industri yang kompleks dan beresiko tinggi seperti smelter dan refinery logam oleh banyak pihak masih dianggap kurang.

Ada dugaan bahwa selama ini kapasitas dan kompetensi pengawasan operasi smelter belum setara dengan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang ada di lokasi pertambangan dan migas di bawah Kementerian ESDM.

Di Kementerian ESDM, ada direktorat khusus yang menangani isu sejenis, yaitu Direktorat Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba. Sementara di Kementerian Perindustrian seharusnya juga ada bagian yang menangani hal serupa.

Sekalipun kita asumsikan ada pengawas, akses mereka terhadap operasional smelter dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan secara berkala konon juga sangat terbatas, bahkan dipersulit.

Dalam banyak kasus, kawasan industri pengolahan logam sangat ekslusif dan terbilang tertutup.

Boleh jadi karena belum didukung oleh dasar hukum/aturan yang kuat dalam melakukan pengawasan di kawasan khusus industri sejenis, pengawasan akhirnya tak berjalan sebagaimana semestinya.

Kita berharap kedepannya aspek K3, yang secara spesifik menyangkut nyawa manusia harus benar-benar diperhatikan dan menjadi prioritas bagi negara beserta seluruh pemangku kepentingan termasuk kalangan pelaku usaha.

Semua instrumen dan infrastruktur pendukung, baik SDM maupun regulasi harus dievaluasi dan diperkuat sesuai perkembangan teknologi.

Bagaimanapun, penerapan dan pencapaian keselamatan tenaga kerja adalah salah satu cerminan peradaban industri negara, yang juga menjadi identitas melekat bagi negara tersebut dalam upaya menarik investasi berkualitas dan berkelanjutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com