Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Hiburan di Bali Naik 40-75 Persen, Sandiaga: Spa Bagian dari Jasa Kebugaran

Kompas.com - 11/01/2024, 06:06 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi isu soal kenaikan pajak tempat hiburan sekitar 40-75 persen.

Sandiaga mengatakan, penyedia jasa spa tidak masuk dalam kategori tempat hiburan, melainkan jasa kebugaran.

"Industri Spa di Bali itu adalah bagian dari pada kebugaran, bukan hiburan jadi ke spa itu bukan untuk dapat hiburan," kata Sandiaga dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno secara virtual, Rabu (10/1/2024).

"Spa ini tetap akan berbasis budaya dan kearifan lokal dan tentunya tidak dimasukkan dalam pajak hiburan yang menjadi bahasan," sambungnya.

Baca juga: Setoran Wajib Pajak Besar Capai Rp 526,2 Triliun

Sandiaga mengatakan, pemerintah daerah perlu lebih gencar menyosialisasikan penerapan pajak tempat hiburan.

Ia memastikan, aturan terkait pajak tempat hiburan tidak akan mematikan pelaku usaha di sektor pariwisata.

"Kami pastikan bahwa filosofi daripada kebijakan pemeritah ini memberdayakan dan memberikan kesejahteraan. Bukan untuk mematikan, jadi jangan khawatir para pelaku usaha tetap akan kita fasilitasi," ujarnya.

Sebelumnya, Pengacara kawakan sekaligus pengusaha, Hotman Paris mempertanyakan besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kela malam, bar dan mandi uap atau spa.

Melalui unggahan akun resmi Instagram-nya, Hotman mempertanyakan, besaran PBJT untuk jasa hiburan yang bisa mencapai 75 persen, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

"Pajak sd 75 persen persent?? What?" tulis Hotman, dengan unggahan gambar bagian dari UU HKPD, dikutip Senin (8/1/2024).

Dalam unggahan lain, Hotman menyoroti potensi kenaikan pajak hiburan di Bali, yang mencapai 40 persen. Menurut dia, besaran pajak tersebut berpotensi mengganggu kinerja industri hiburan di wilayah tersebut.

"Jika pariwisata menurun maka masyarakat yg sengsara! Aduh bali baru pulih dari corona sekarang ada ancaman pajak yg buat turis pilih negara lain," tulis Hotman.

Baca juga: Beda Sikap Indonesia dan Thailand soal Pajak Minuman Beralkohol

Menanggapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) menyatakan, pengaturan besaran PBJT merupakan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU HKPD.

"Pajak hiburan itu adalah pemerintah daerah," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, di Jakarta, Senin (8/1/2024).

Lebih lanjut Dwi bilang, sebagaimana diatur dalam UU HKPD besaran pungutan PBJT mutlak ditentukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya menentukan besaran minimal dan maksimal pungutan PBJT.

"Yang tidak diatur oleh pemeirntah pusat adalah memang kewenangan sepenuhnya dari pemerintah daerah," ucapnya.

Sebagai informasi, PBJT merupakan integrasi dari 5 jenis pajak daerah yang berbasis pada konsumsi, mulai dari pajak hiburan, parkir, hotel, restoran, hingga penerangan jalan. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen akhir atas suatu konsumsi barang atau jasa tertentu.

Lewat Pasal 58 UU HKPD disebutkan, tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Baca juga: Hotman Paris Pertanyakan Pajak Hiburan Tembus 75 Persen, DJP: Itu Kewenangan Pemerintah Daerah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Kamis 30 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Kamis 30 Mei 2024

Spend Smart
Upaya Industri Asuransi Hadapi Kenaikan Biaya Kesehatan yang Mendorong Klaim

Upaya Industri Asuransi Hadapi Kenaikan Biaya Kesehatan yang Mendorong Klaim

Whats New
Apa Kepanjangan Tapera?

Apa Kepanjangan Tapera?

Whats New
IHSG Melemah Lagi Pagi Ini, Rupiah Kini Berada di Level Rp 16.220

IHSG Melemah Lagi Pagi Ini, Rupiah Kini Berada di Level Rp 16.220

Whats New
Semen Baturaja Bakal Tebar Dividen Rp 24,3 Miliar

Semen Baturaja Bakal Tebar Dividen Rp 24,3 Miliar

Whats New
Internet Satelit Elon Musk Starlink Hadir di Indonesia, Operator Telko Sebut Siap Berkompetisi

Internet Satelit Elon Musk Starlink Hadir di Indonesia, Operator Telko Sebut Siap Berkompetisi

Whats New
Harga Bahan Pokok Kamis 30 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol dan Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 30 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol dan Ikan Kembung Naik

Whats New
IFG Life Catat Pendapatan Premi Rp 453,7 Triliun sampai April 2024

IFG Life Catat Pendapatan Premi Rp 453,7 Triliun sampai April 2024

Whats New
Ketua INSA Terpilih Jadi Presiden Asosiasi Pemilik Kapal Asia

Ketua INSA Terpilih Jadi Presiden Asosiasi Pemilik Kapal Asia

Whats New
Emiten Distribusi Gas Alam CGAS Bakal Tebar Dividen Rp 2,2 Miliar dari Laba 2023

Emiten Distribusi Gas Alam CGAS Bakal Tebar Dividen Rp 2,2 Miliar dari Laba 2023

Whats New
IHSG Bakal Melemah Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Melemah Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Emiten Prajogo Pangestu (BREN) Bakal Tebar Dividen Rp 270,68 Miliar

Emiten Prajogo Pangestu (BREN) Bakal Tebar Dividen Rp 270,68 Miliar

Whats New
Alasan Masyarakat Masih Enggan Berinvestasi Kripto, karena Berisiko Tinggi hingga Banyak Isu Negatif

Alasan Masyarakat Masih Enggan Berinvestasi Kripto, karena Berisiko Tinggi hingga Banyak Isu Negatif

Whats New
Proses 'Refund' Tiket Kereta Antarkota Jadi Lebih Cepat mulai 1 Juni

Proses "Refund" Tiket Kereta Antarkota Jadi Lebih Cepat mulai 1 Juni

Whats New
Transaksi Pasar Saham AS ‘Lesu’, Saham-saham di Wall Street Tertekan

Transaksi Pasar Saham AS ‘Lesu’, Saham-saham di Wall Street Tertekan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com