Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi Aturan PLTS Dinilai Bisa Dorong Pertumbuhan EBT Tanpa Bebani APBN

Kompas.com - 10/02/2024, 07:00 WIB
Kiki Safitri,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi aturan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dinilai dapat meningkatkan investasi energi baru dan energi terbarukan (EBT) serta mendorong perekonomian tanpa harus memberikan beban pada APBN.

Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng menilai revisi Permen ESDM 26/2021 memberikan peluang dalam peningkatan produksi listrik energi baru terbarukan (EBT).

Dia mengatakan, jika aturan tersebut tidak direvisi, maka keuangan negara akan terbebani.

Baca juga: Revisi Permen PLTS Atap Disetujui, Apa Saja Manfaatnya?

Panel-panel surya PLTS terpasang di atap rumah milik Riky di Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta.ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA Panel-panel surya PLTS terpasang di atap rumah milik Riky di Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta.

“Keuangan negara akan tergerus saat harus membeli listrik dari PLTS atap. Tapi dengan revisi yang sudah disetujui Presiden, klausul jual beli listrik antara pemilik PLTS atap dengan negara dihapus," kata Salamudin kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/2/2024).

Menurut Salamudin, Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 tahun 2021 mengenai PLTS Atap yang Terhubung ke Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum tersebut tetap memberikan izin bagi konsumen rumah tangga dan industri untuk menggunakan listrik yang dihasilkan oleh PLTS Atap, namun dengan syarat sesuai dengan kapasitas yang dipasang.

“Revisi aturan PLTS Atap dipastikan mampu membuka peluang bagi investasi PLTS Atap yang merupakan energi baru dan energi terbarukan. Publik bisa berperan aktif dalam transisi energi di Tanah Air,” ujar Salamudin.

Dia menilai, saat ini pemerintah sudah tepat dalam mengatur PLTS atap yang hanya diperbolehkan untuk keperluan sendiri dan bukan untuk diperjualbelikan ke negara.

Baca juga: Cerita Koperasi asal Kuningan Pakai EBT, Sulap Kotoran Sapi Jadi Biogas hingga Pasang PLTS

Dia memaparkan, bahwa daya yang dihasilkan dari pembangkitan PLTS atap tidak selalu stabil karena sangat bergantung pada cuaca. PLTS atap berfungsi optimal jika matahari bersinar sepanjang hari.

“Kalau mendung, daya yang dihasilkan tidak akan optimal," tegasnya.

PLTS Atap tak hanya bikin Pulau Medang di Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak lagi gelap gulita saat malam hari namun juga meningkatkan nilai tambah tangkapan hasil laut. Kebutuhan listrik penduduk pulau Medang yang merupakan pulau terisolir ini mulai dari 600 Watt sampai 1.000 Watt. Dok. ISTIMEWA PLTS Atap tak hanya bikin Pulau Medang di Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak lagi gelap gulita saat malam hari namun juga meningkatkan nilai tambah tangkapan hasil laut. Kebutuhan listrik penduduk pulau Medang yang merupakan pulau terisolir ini mulai dari 600 Watt sampai 1.000 Watt.

Dia juga mengungkapkan bahwa investasi mandiri PLTS atap tanpa jual beli listrik dengan negara, tidak akan mengganggu harga atau tarif dasar listrik yang berlaku.

“Pemerintah dapat mengendalikan tarif listrik agar tetap terjangkau bagi masyarakat tanpa ada campur tangan swasta. Ini penting untuk menjaga kedaulatan energi nasional," terang Salamudin. 

Baca juga: Kurangi Emisi di Tambang Batu Bara, Anak Usaha UNTR Bangun PLTS Off-Grid

Salamudin menegaskan, pemerintah harus tetap waspada terhadap pembahasan power wheeling yang berisiko masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) karena konsepnya serupa dengan jual beli listrik yang dihapus pada aturan PLTS Atap.

“Banyak yang berkepentingan dengan isu power wheeling. Misalnya kepentingan asing yang ingin menguasai sektor ketenagalistrikan dengan mendapat pinjaman transmisi yang dimiliki oleh negara. Dengan demikian, tarif listrik bisa berisiko naik,” dia mengingatkan.

Menurutnya, pihak swasta tidak mungkin membangun jaringan karena mahal, sehingga swasta ingin menerapkan power wheeling.

Dengan adanya skema itu, swasta dapat menggunakan jaringan negara tanpa harus berinvestasi untuk menjual listrik dari pembangkit mereka kepada konsumen secara langsung.

Baca juga: Tak Hanya Cirata, RI Mau Kembangkan Potensi PLTS Terapung Capai 14 GW

Salamudin menegaskan, konsep power wheeling tidak tepat dan harus dihilangkan karena berisiko menihilkan peran negara dalam menjaga kedaulatan energi.

“Padahal secara undang-undang, isu ketenagalistrikan harus terintegrasi dan dikuasai negara untuk kepentingan rakyat," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com