Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhitungkan Kerugian Negara, Evaluasi Kebijakan Harga Gas Murah Perlu Dilakukan

Kompas.com - 28/02/2024, 12:30 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Evaluasi efektivitas kebijakan harga gas murah atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk 7 sektor industri dinilai perlu dilakukan sebagai prioritas. Ini diperlukan untuk mengukur dampak dari kebijakan yang telah membuat hilangnya potensi penerimaan negara hingga puluhan triliun rupiah.

Direktur Eksekutif Intitute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, dalam kuran waktu 1-2 tahun terakhir terdapat 2 industri yang mengalami kontraksi bahkan defisit. Meski begitu evaluasi terhadap 7 industri penerima HGBT harus tetap jadi prioritas.

"Dilihat kembali, itu harus dinamis melihat perkembangan ekonomi," kata dia, dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).

Baca juga: Kemenperin: Industri Manufaktur Tertekan Imbas Harga Gas Khusus Tak Berjalan Baik

Untuk diketahui, 7 sektor industri penerima gas bumi di bawah harga pasar, yakni 6 dolar AS per MMBTU, terdiri atas petrokimia, pupuk, baja, oleochemical, keramik, kaca, hingga sarung tangan karet.

Seluruhnya mendapatkan keringanan harga tersebut sejak pandemi melanda dengan harapan tetap produktif dan berdaya saing sehingga berdampak positif yang salah satunya memerluas lapangan kerja.

Melihat realisasi yang ada, Tauhid menyarankan, kebijakan HGBT harus bisa menjangkau ke industri yang memang sangat membutuhkan. Cerminannya adalah dari maksimalnya konsumsi gas bumi oleh industri tersebut sesuai alokasi yang sudah ditentukan.

Baca juga: PGN Belum Lakukan Penyesuaian Harga Gas Industri Non-HGBT, Ini Alasannya

Pada tahun 2023, dari sebesar 2.541 MMBTU untuk kebijakan HGBT sesuai Kepmen ESDM no.91/2023, serapannya hanya mencapai 74 persen oleh 7 industri penerima HGBT. Ini memunculkan kekhawatiran bahwa HGBT tidak memberikan nilai tambah terhadap 7 sektor industri penerima HGBT sehingga efektivitas programnya tidak terwujud.

"Berarti ya dikurangi saja, dikasih ke yang benar-benar butuh. Kan sesuai kapasitas penyerapan. Kedua, industrinya yang sudah bangkit ya nggak perlu lagi dikasih harga tertentu, apalagi yang masih positif tinggi misalnya di atas 5 persen," tutur Tauhid.

Oleh karenanya, pemerintah diminta tidak gegabah meneruskan program HGBT. Pemerintah didorong untuk melakukan evaluasi secara mendalam terhadap efektivitas kebijakan harga gas murah.

"Dievaluasi dulu. Katanya bahkan industrinya mau ditambah, ya dilihat dulu, jangan semua disamakan. Jadinya tidak ada keadilan dan proporsionalitas. Yang lagi raup untung masa dikasih juga, kan jangan," ucapnya.

Baca juga: Kementerian ESDM Tolak Rencana PGN Naikkan Harga Gas Industri


Sebagai informasi, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sampai tahun 2022 pelaksanaan HGBT berdampak pada kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 29,39 triliun. Hal ini merupakan kehilangan penerimaan negara yang terjadi pada sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) akibat penyesuaian harga gas bumi setelah menghitung bagi hasil produksi migas antara bagian pemerintah terhadap kontraktor.

Adapun pemerintah kini tengah mengevaluasi kelanjutan kebijakan HGBT untuk 7 sektor industri yang akan berakhir pada tahun ini. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, pihaknya kini masih berdiskusi dengan Kementerian Perindustrian.

"Kita ingin memastikan bawah HGBT ini kan memberikan dampak terhadap kebutuhan biaya produksi, terhadap pengembangan industri. Kita lagi bahas untuk yang 2025," kata Dadan, dilansir dari Kontan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Whats New
InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

Whats New
KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

Whats New
BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com